Qatar : Permata yang Ditinggalkan
- Bakuyyyy
- 8 Des 2019
- 12 menit membaca
Diperbarui: 23 Jun 2020
Halo teman-temankuyyyy!
Lagi-lagi ini blog sempat vacant lama, ya? Mohon maaf, teman-temankuy, karena Bakuy harus menunggu niat menulis yang masih belum tampak hilalnya :( Bakuy selalu berusaha untuk menulis tapi apa daya kerjaan masih banyak. Belum lagi tuntutan untuk streaming YouTube dan baca komik (lho?).
Oh iya, tulisan kali ini masih selaras dengan tulisan Bakuy sebelumnya yang ke Sri Lanka. Jadi bagi teman-temankuy yang belum baca, bisa diintip-intip dulu ke sini yah! :) Biar engga nanggung bacanya, biar enak kan bacanya runtut gitu mengikuti arus hehe.
Kenapa Qatar?
Seperti yang sudah teman-temankuy ketahui sebelumnya, bahwa perjalanan Bakuy ke Qatar ini merupakan sebuah 'kecelakaan' gara-gara peraturan visa Lebanon yang enggak jelas. Yang akhirnya memaksa Bakuy untuk ganti destinasi yaitu ke Sri Lanka, Qatar, dan langsung Jordania. Tapi kalau teman-temankuy baca di tulisan Sri Lanka dengan lebih seksama, sebetulnya ada opsi yang lebih murah untuk sampai ke Jordania, yaitu dengan naik Emirates yang transit di Dubai. Namun, Bakuy malah keukeuh naik Qatar Airways yang sedikit lebih mahal plus waktu transit yang lebih panjang. Sebenarnya apa yang melatarbelakangi Bakuy untuk lebih memilih Qatar ketimbang Uni Emirat Arab?

Well, sebenarnya alasan Bakuy memilih Qatar adalah karena negara kecil itu lagi diblokade sama negara-negara tetangga sekaligus mantan sekutu-sekutunya, yaitu Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Mesir. Situasi ini cukup memaksa Qatar untuk mengubah kebijakan luar negerinya. Seperti, misalnya, memulihkan hubungan diplomatik dengan Iran yang mulanya adalah musuh mereka. Selain itu, Qatar yang selama ini cukup tertutup harus membuka diri pada dunia luar. Salah satunya adalah dengan memberikan fasilitas bebas visa pada banyak sekali negara di dunia ini, termasuk Indonesia.
Jadi pemegang paspor biasa Indonesia kini sudah bisa bebas melenggang ke Qatar tanpa visa! Yayyy!
Di samping itu, Bakuy juga pengen lihat gimana sih keadaan negara kecil yang sedang diblokade ini. Secara Qatar sebelumnya amat sangat tergantung pada Arab Saudi, kan? Penasaran aja gimana masyarakat Qatar menghadapi situasi ini. Intinya, Bakuy memilih Qatar ya cuma karena kondisi politik Timur Tengah saat itu hehehe.
Sejarah Qatar
Negara Qatar merupakan sebuah emirat kecil yang terletak di Semenanjung Arabia. Negara ini hanya berbagi perbatasan darat dengan Arab Saudi, sementara sisanya dikelilingi oleh Teluk Persia. Pada masa Dinasti Abbassiyah, Qatar merupakan kota pelabuhan yang ramai dikunjungi para pedagang yang hendak berlayar dari Basrah (Irak) ke India dan Tiongkok. Posisi Qatar yang strategis menjadikannya pemberhentian yang menarik, sehingga semenanjung kecil itu ikut berkembang seiring dengan kejayaan Dinasti Abbassiyah. Di samping itu, Qatar juga merupakan wilayah penghasil permata yang tersohor. Inilah alasan mengapa jika teman-temankuy pergi ke Corniche, teman-temankuy akan melihat replika kerang raksasa dengan sebuah permata di dalamnya. Di samping itu, Qatar juga memiliki permukiman elite bernama The Pearl. Keduanya menjadi simbol sejarah Qatar selaku produsen mutiara di Dunia Arab.
Pada tahun 1783, Bani Utbah (konfederasi dari berbagai klan Arab yang berasal dari Nejed di Arab Saudi yang kemudian bermigrasi ke timur) yang berbasis di Qatar menyeberangi lautan dan merebut Bahrain dari orang-orang Persia. Kemenangan ini membuat keluarga Al Khalifa - pemimpin konfederasi - berkuasa atas Bahrain dan mencoba memperluas wilayah yurisdiksinya hingga ke Qatar yang saat itu masih dikuasi Bani Khalid yang sangat lemah, yang berhasil dijungkalkan penguasa Wahhabi Saud bin Abdul Aziz pada tahun 1795. Namun, kekuasaan kaum Wahhabi di Qatar tidak berlangsung lama. Pada tahun 1811, mereka terpaksa meninggalkan wilayah timur Semenanjung Arabia (termasuk Qatar) untuk menghadapi serangan Mesir. Mundurnya pasukan Wahhabi memberi jalan bagi keluarga Al Khalifa untuk sepenuhnya menguasai Semenanjung Qatar.
Namun, ternyata orang Qatar tidak pernah menyukai keluarga Al Khalifa. Mereka pun menyusun pemberontakan yang berujung pada Perang Bahrain-Qatar dari tahun 1867 hingga 1868. Perang singkat ini akhirnya dicampuri oleh Inggris yang memang berkeyakinan bahwa Bahrain dan Qatar merupakan dua entitas yang berbeda. Pertikaian pun berakhir dengan kehadiran tentara Inggris di Qatar sebagai penengah, dan Mohammed bin Thani diangkat sebagai hakim (penguasa) atas Qatar. Keturunan dari Mohammed Al Thani akan terus memerintah Qatar hingga hari ini, membentuk dinasti bernama Dinasti Al Thani. Sementara itu, keluarga Al Khalifa pun masih berkuasa di Bahrain hingga hari ini.
Di bawah tekanan politik dan militer, Al Thani terpaksa mengakui superioritas Kekaisaran Ottoman dari Turki meski mendapat tentangan dari suku-suku lokal. Qatar pun menjadi protekorat Ottoman dan diharuskan membayar pajak sebagai upeti pada Istanbul. Akan tetapi, rupanya Ottoman tidak sepenuhnya mendukung kedaulatan Al Thani atas Qatar. Misalnya, membiarkan Al Thani bertempur sendiri melawan Abu Dhabi demi merebut kembali wilayah Qatar yang diduduki. Di samping itu, Ottoman juga diam-diam menyokong Mohammed bin Abdul Wahab dari Arab Saudi yang hendak menyingkirkan keluarga Al Thani. Konspirasi ini akhirnya membuat Mohammed Al Thani murka dan memutuskan berhenti membayar pajak pada Ottoman pada bulan Agustus 1892. Konflik memuncak hingga terjadilah Pertempuran Al Wajbah yang dengan sangat mengejutkan dimenangkan oleh Qatar. Meski belum mendapatkan kemerdekaan penuh, kemenangan Qatar membuat Ottoman tidak lagi berbuat macam-macam terhadap semenanjung itu. Qatar pun memperoleh status otonomi khusus dari kekaisaran.
Kekalahan Ottoman pada Perang Dunia I secara tak langsung menjadi pemicu bagi kejatuhan Qatar ke dalam protektorat Inggris. Pada 3 November 1916, pihak Inggris dan Sheikh Abdullah bin Jassim Al Thani membuat kesepakatan bahwa Qatar tidak akan menjalin hubungan dengan kekuatan lain tanpa persetujuan Inggris, dan sebagai gantinya, Inggris akan menjamin keamanan Qatar dari invasi bangsa asing. Status ini bertahan hingga tahun 1968, ketika Inggris mengumumkan bahwa mereka akan meninggalkan Teluk Persia dalam kurun waktu tiga tahun. Maka Qatar, Bahrain, serta nemirat-emirat lain di Teluk Persia yang juga bekas protektorat Inggris mulai berdialog untuk membentuk sebuah negara federal. Namun, isu-isu seperti sengketa wilayah, sengketa distribusi pendapatan minyak, dan pembagian kekuasaan, akhirnya membuat Qatar dan Bahrain meninggalkan pembicaraan dan mendirikan negara sendiri. Sementara itu, tujuh emirat sisanya memilih bersatu dan membentuk apa yang kita kenal saat ini dengan nama Uni Emirat Arab.
Oh iya, kekayaan minyak dan gas Qatar pertama kali ditemukan tahun 1939, tapi baru benar-benar dieksploitasi pada tahun 1949 akibat Perang Dunia II. Sejak saat itu, industri permata meredup, sedangkan minyak dan gas alam menjadi ujung tombak perekonomian negara. Dengan wilayahnya yang sedikit serta penduduk yang hanya sekitar 300 ribu orang, Qatar pun melesat menjadi salah satu negara terkaya di dunia. Uniknya, terlepas dari kecilnya ukuran negara ini, Qatar merupakan salah satu negara yang paling berpengaruh dalam percaturan politik global. Dan peranan ini jadi makin signifikan dengan adanya maskapai Qatar Airways dan media internasional Aljazeera.
Qatar Airways
Seperti yang teman-temankuy telah ketahui pada artikel sebelumnya, Bakuy, Wakuy, dan Adit agak paranoid ketinggalan pesawat gara-gara insiden di Kuala Lumpur. Alhasil, kami memutuskan untuk ke bandara 5 jam sebelum keberangkatan. Ternyata, perjalanan menuju bandara engga jauh. Macet juga engga. Pun bandaranya kecil banget jadi engga rempong kayak di Kuala Lumpur. Maka kami pun menemukan diri kami dalam kegabutan tak terhitung dan memutuskan untuk main-main lucu kayak asmunikata hahaha. Kita lapar, tapi rupee uda abis. Dan lagipun di dalam pesawat akan diberi makan juga hoho. Maka satu-satunya pilihan adalah bersabar. Sisa rupee yang ada kami pakai untuk beli sandwich. Setidaknya hanya itu makanan di negara ini yang rasanya lumayan.
Dan saatnya pun tiba! Kami dipersilakan masuk ke pesawat Qatar Airways yang gedenya engga kira-kira. Banyak orang yang excited nyempetin foto-foto sebelum naik ke pesawat. Bakuy pun sempat amazed juga. Siapa coba yang engga excited naik 5-star airline sekelas Qatar Airways?

Namun, entah kenapa, agaknya harapan Bakuy terlalu tinggi. Leg space di pesawat Qatar Airways memang lega banget (jangan tanya jenis pesawatnya yaa karena Bakuy engga tau hehe). Film-film komplit, landing oke. Tapi Bakuy sih kurang merasakan hospitality-nya ya. Menurut Bakuy, pramugari Qatar Airways itu jutek-jutek. Bakuy naik dari CMB-DOH, dan DOH-AMM, dua-duanya kurang lebih sama. Kalau tentang makanan, Bakuy engga bisa komentar. Soalnya rutenya CMB-DOH, jadi pasti yang disuguhkan adalah makanan Asia Selatan yang rasanya engga karuan itu. Waktu itu Bakuy dikasih nasi biryani. Dan lagi-lagi Bakuy engga cocok sama rasanya haha.
So, menurut Bakuy, maskapai Asia memang engga terkalahkan dalam urusan hospitality. Mungkin karena pada dasarnya kultur orang Asia itu udah ramah (secara umum, tapi memang selalu ada pengecualian), jadi mereka ga kesulitan dalam menerapkannya di industri ini. Tapi ini bukan berarti Qatar Airways engga ramah lho ya, cuman kalau dibandingkan maskapai-maskapai Asia, masih kalah. Apalagi kalau dibandingkan sama Thai Airways dan Japan Airlines. Sejauh ini, dua maskapai itu yang hospitality-nya paling oke menurut Bakuy. Tapi kata temen-temen Bakuy, Singapore Airlines lebih oke lagi tuh hospitality-nya. Hmmm, Bakuy belum pernah nih naik SQ :( doakan semoga di trip-trip selanjutnya bisa nyobain ya :(
Hamad International Airport (HIA)
Banyak yang bilang Hamad International Airport itu gede dan mewah banget. Untuk yang 'gede', Bakuy akui iya. Bandaranya emang luuuasssss banget. Saking luasnya, mereka nyediain semacam kereta gitu di dalam bandaranya. Bakuy engga nyobain tapi haha. Mungkin bandara ini akan terasa luar biasa bagi orang-orang dari banyak wilayah dunia. Tapi bagi orang Asia Tenggara yang udah sering mencicipi Changi International Airport di Singapura, bandara ini sebetulnya biasa aja. Isinya dari ujung ke ujung ya kek gitu-gitu aja sih menurut Bakuy. Beda sama Changi yang beragam. Dari yang biasa-biasa aja sampai yang aneh-aneh. Jadi bandara di Qatar ini ibaratnya cuman gede aja gitu, sedangkan bandara Singapura itu explorable. Ini Bakuy berusaha bandingin dengan yang sekelas, ya? Karena akan sangat engga adil kalau membandingkan Hamad International Airport dengan KLIA atau CGK. Saingannya HIA adalah Changi, yang sejauh ini menurut Bakuy adalah bandara yang paling luar biasa.

Nah, sempat terjadi kesalahpahaman waktu di imigrasi. Urutan antreannya itu Adit, Wakuy, baru Bakuy. Antreannya panjaaaangg banget. Ada banyak yang Bakuy kira orang Indonesia karena mukanya mirip, tapi ternyata paspornya Filipina. Oh iya, kelebihan HIA dibanding Changi adalah teman-temankuyyyy akan lebih banyak melihat paspor dari seluruh dunia di sini. Penyebabnya mungkin karena sebaran rute Qatar Airways yang gila-gilaan itu, yang lebih ambisius dibanding Singapore Airlines. Jadi kayak asyik aja gitu ngelihat orang-orang dari berbagai belahan dunia hahaha.
Lho? Tapi tiba-tiba paspor Adit dikembalikan tanpa distempel, lalu Adit disuruh naik ke lantai dua. Hah? Ada apa ini? Kena random check kah? Trus Wakuy maju dong. Malah ditanya sama petugasnya 'ini sama juga?', otomatis Wakuy jawab 'iya', dan disuruh naik juga ke lantai dua. Maka Bakuy tanpa maju pun langsung keluar antrean karena uda tau pasti akan disuruh ke atas juga.
Kita bertiga sempat panik, bingung. Kenapa kita ga dibolehin masuk? Bakuy sempat agak waswas, nih. Setau Bakuy, paspor Indonesia harusnya uda bebas visa masuk Qatar sejak blokade negara-negara Arab atas negara mungil ini. Tapi Bakuy takutnya, Pemerintah Qatar tiba-tiba merevisi kebijakan ini dan mengeluarkan Indonesia dari daftar negara penerima bebas visa. Misalnya, gara-gara banyak pekerja ilegal.
Bakuy tanya ke Adit tadi sama petugas imigrasi ditanyain apa aja. Adit bilang ditanyain hotel. Jadi kita nanya staf Qatar Airways terkait hal ini. Soalnya kita di Qatar cuman satu hari. Nyampe jam 4 pagi, take off jam 5 sore. Sedangkan hotel baru bisa check-in jam 12 siang paling cepat. Yekali kan kita disuruh book hotel cuma buat 5 jam? Kita tanyain ini ke Qatar Airways dan mereka pun engga bisa bantu. Bakuy ngerti ini bukan salah Qatar Airways, karena walau bagaimanapun perihal imigrasi berada di luar ranah mereka. Pun tiket kami engga eligible buat direservasiin hotel sama pihak maskapai. Maka Bakuy pun memastikan lagi ke Adit, apakah si petugas nanya hal lain lagi? Dan Adit pun bilang kalau pas pertama dia maju, dia bilang kalau dia cuma mau transit.

Oalaaaahhh pantesaaaan! Lantai dua itu memang buat penumpang transit. Jadi si petugas imigrasi bukannya engga ngebolehin Adit masuk, tapi dia ngasih tau Adit kalau dia ga perlu keluar imigrasi buat ngurus apa-apa lagi karena untuk penumpang transit, semuanya uda diurusin maskapai. Jadi kita cuma perlu leyeh-leyeh nunggu di bandara aja.
Jadi, teman-temankuy, pada saat kita berurusan dengan imigrasi, kita harus selalu mengingat prinsip kita : jika engga ditanya, engga usah kasih tau. Dan kami pun mencoba antre lagi, kali ini menghindari petugas imigrasi yang tadi. Wah, beruntung banget kami dapat petugas yang ramah. Dia cuman ngelihat boarding pass lanjutan menuju Amman dan dia bilang itu mantap banget (Jordania memang primadona pariwisata di Jazirah Arab). Dia sempat nanya hotel sih, tapi Bakuy jujur aja bilang engga pesan hotel karena jam-nya nanggung banget. Trus dia malah rekomen buat ke hotel aja, lumayan bisa nyantai-nyantai dulu, mandi dulu. Dalam hati Bakuy bilang, "Yeu, lu mah enak. Kaya. Lah gua?"
Dan urusan imigrasi pun kelar! Wakuy dan Adit pun lolos tanpa pertanyaan aneh-aneh. Kuncinya : kalau engga ditanya, engga usah kasih tau. Ya kayak klien yang lagi diaudit, lah. Hehehe.
Transportasi
Qatar adalah sebuah negara petrodollar, tapi untungnya mereka tidak terkena penyakit miskin transportasi publik seperti yang dialami Brunei.
Waktu Bakuy ke Qatar, Doha masih belum punya sistem transportasi berbasis rel. Jadi satu-satunya pilihan transportasi terbaik dan termurah adalah bus. Yang menyenangkan adalah kita engga perlu beli kartu isi ulang karena mereka menyediakan 24-hours unlimited ticket yang bisa dibeli dari sopir bus. Agaknya Qatar sadar bahwa negaranya bukan tujuan wisata. Mayoritas turis yang datang ke Qatar tujuannya ya transit, dan mereka cuma butuh tiket sekali pakai yang berlaku untuk satu hari penuh. Harganya kalau engga salah QAR 20. Sangat praktis dan mencakup semua highlight yang ada di Doha. Untuk rute-rutenya bisa dilihat di sini, ya.

Btw, ada yang bilang lalu lintas di Doha itu mengerikan. Maksudnya, macet minta ampun. Teman-temankuy pasti heran kenapa negara yang penduduknya cuma 300 ribu jiwa ini bisa macet. Jawabannya karena meskipun warga negaranya cuma 300 ribu jiwa, tapi total penghuni negara ini ada 3 juta jiwa. Sisanya 2,7 juta jiwa itu adalah ekspatriat! Dan izin menyetir bagi ekspatriat di Qatar (denger-denger sih) ga susah. Nah mereka inilah yang bikin lalu lintas Doha menggila. Hmmm, gila ya, warga aslinya cuma sepersepuluh total pemukim :")
Trus bus-nya oke kok. Bersih dan sejuk. Penumpangnya hampir engga ada. Kalaupun ada, pasti itu sesama turis yang lagi transit atau migran buruh kasar dari Asia Selatan.
Bus ini akan berhenti di setiap halte yang dilaluinya walaupun engga ada penumpang yang naik-turun. Interval kedatangannya emang agak lama, sih. Mungkin sekitar 10-15 menit, lah nunggu di haltenya. Tapi busnya pasti datang, kok. Pastikan aja teman-temankuy menunggu di halte yang benar.
The Pearl Doha
Tujuan pertama kita adalah The Pearl, kawasan elite Doha yang umumnya ditinggali ekspatriat. Setelah turun dan foto-foto sedikit, eh tiba-tiba disamperin petugas keamanan, ditanyain dari mana dan mau apa. Petugas keamanan ini kelihatannya bukan orang Qatar. Dari warna kulit, sepertinya dia berasal dari Afrika atau barangkali Yaman. Yang ngeselin adalah dia bahkan minta paspor dan boarding pass untuk buktiin kalau kami memang benar-benar turis :s setelah kita tunjukin, dia bilang untuk jangan foto-foto pakai kamera. Kalau mau foto, cuma boleh pakai smartphone. Hmmm... o-ke. Tapi kecurigaannya engga berakhir sampai di situ, teman-temankuy. Selama kita foto-foto, matanya selalu awas mengamati kami bertiga. Lama-lama kan kami jadi risih ya, jadi yauda deh kami menyingkir. Saat itu kami udah mulai sebal karena menganggap orang Qatar 'sok penting' dan 'belagu'. Ya namanya juga orang kaya, ya suka-suka dia dong ya :(

Btw engga banyak yang bisa dilakukan di The Pearl. Cuman kompleks apartemen mewah bergaya Mediterania yang berada di tepi Teluk Persia yang tenang, lengkap dengan banyak sekali yacht mewah yang bersandar entah untuk apa fungsinya. Waktu itu udah hampir jam setengah sembilan, tapi sepi banget kayak baru jam 6 pagi. Cuma ada satu-dua orang ekspatriat yang jogging mutarin The Pearl. Selebihnya lengang. Bakuy pernah dengar gosip kalau di Qatar, yang bangun pagi itu para ekspatriat. Orang Qatar baru mulai beraktivitas jam 11 siang ke atas karena mereka gemar begadang sampai pagi. Entah ini benar atau tidak, tapi memang Bakuy baru ngelihat orang-orang berpenampilan Arab setelah di atas jam 10 pagi.
Setelah duduk-duduk sebentar untuk istirahat, akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke Souq Waqif karena engga betah ngelihat tatapan para petugas keamanan yang mencurigai kami seperti ancaman :(
Souq Waqif
Ukuran Qatar yang begitu mungil membuat semua highlight ibukota Doha bisa dieksplor dalam waktu kurang dari 8 jam. Destinasi pertama yang Bakuy kunjungi adalah Souq Waqif, semacam pasar tradisional tertua di seantero Qatar. Pasarnya klasik banget dan aura Timur Tengah-nya sangat terasa walaupun yang jualan umumnya orang-orang India hehe. Mereka umumnya jualan karpet, perkakas dapur, sapu, makanan, hingga rempah-rempah. Pasar ini kelihatannya biasa aja, tapi sejujurnya seru! Bakuy sangat merekomendasikan teman-temankuy untuk mengunjungi pasar ini! Di pasar ini jugalah Bakuy sadar bahwa orang asli Qatar itu sejujurnya ramah. Yang jutek itu para petugas keamanan yang diimpor dari luar negeri.

Di sini Bakuy, Wakuy, dan Adit beli tudung kepala khas orang Arab. Namanya apa, sih? Bakuy kurang tau haha. Bukan sorban lho ya, tapi kayak tudung yang biasanya dipakai orang-orang Arab yang ada lingkaran hitam gitu di kepalanya. Trus kita eksplor Souq Waqif pakai begituan hoho. Saat itulah ketemu orang Qatar yang ketawa ngelihat kita sembari mengacungkan jempol.

Setelah puas mutar-mutar pasar, kita pun memutuskan untuk makan siang dulu. Kita beli semacam roti yang kita engga tau namanya apa. Bentuknya sih mirip roti canai. Yang jual orang Filipina kelihatannya, tapi yang beli banyakan orang Arab. Cara makannya, roti ini nanti dicocol ke dalam kuah yang rasanya mirip kari. Rasanya lumayan juga! Syukurlah bisa terbebas dari hidangan Sri Lanka yang ngeselin itu :")
Corniche
Pemandangan Corniche kurang lebih mirip dengan The Pearl, tapi lebih gede dan engga eksklusif. Beda sama The Pearl, Corniche itu pantai publik. Jadi semua orang bisa bebas jalan-jalan di sini tanpa harus khawatir dipelototin petugas keamanan. Di pantai Corniche ini juga ada Monumen Permata, yang bentuknya adalah kerang terbuka dengan permata di dalamnya. Trus ga jauh dari situ ada Museum Seni Peradaban Islam. Waktu itu Bakuy engga sempat masuk karena waktu transit yang terbatas. Tapi kalau teman-temankuy punya waktu lebih, bisa banget tuh untuk mampir ke museum ini.

Selebihnya, Corniche itu ya cuma spot untuk foto-foto dengan latar belakang pantai dan gedung-gedung pencakar langit. Pemanis lainnya ya perahu-perahu milik pribadi yang bersandar di sana, dengan bendera Qatar yang berkibar-kibar. Kata orang-orang sih Corniche bagusnya kalau malam, soalnya lampu-lampu dari gedung pencakar langit jadi membuat suasana lebih meriah. Tapi ya menurut Bakuy kalau kelebihannya cuman cahaya-cahaya lampu mah, di Hong Kong atau Singapura juga ga kalah bagusnya haha. Ngapain sampai jauh-jauh ke Qatar?
Akomodasi
Selayaknya neara-negara kecil lain yang kekurangan lahan, akomodasi di Qatar cukup mahal. Setau Bakuy, di sana engga ada hostel karena mereka yang ke Qatar umumnya adalah pebisnis atau pelancong kaya, bukan budget traveler kayak Bakuy yang nginepnya di penginapan kelas kambing hehe. Bakuy juga engga ada rencana bermalam di Qatar soalnya harus lanjut penerbangan ke Amman. Jadinya engga perlu sewa akomodasi di Qatar. Untuk teman-temankuyyyy yang cuman pengen transit aja di Qatar, mending istirahatnya di bandara aja. Bandara Doha besar kok, lumayan juga buat istirahat. Ya walaupun petugas-petugasnya super rese sih. Sumpah Bakuy ke bandara-bandara besar lain kayak HKIA atau Changi, engga ada loh yang petugasnya super rese kayak di Doha. Rese dalam artian, dikit-dikit diliatin, dikit-dikit ditanyain boarding pass. Hadeuh. Memang gini nih negara kaya yang paranoid sama terorisme.
Kesimpulan
Jadi, apakah Qatar 'layak' untuk dikunjungi? Hmmm, menurut Bakuy, ya engga ada salahnya lah kita lihat-lihat negara ini. Engga ada ruginya juga kan transit sedikit lebih lama untuk ngelihat Qatar? Negaranya aman kok, pun biaya hidupnya juga engga terlalu mahal (kecuali akomodasi). Cuman ya gitu, menurut Bakuy staf keamanannya agak rese aja. Pandangannya itu lho engga enakin banget. Selebihnya ya terserah teman-temankuy. Menurut Bakuy sih mengunjungi Qatar cukup sekali aja seumur hidup, sisanya ya transit-transit aja tanpa keluar imigrasi engga apa-apa haha. Paling engga, kita tau gitu negara Qatar kayak gimana dan engga cuman numpang transit doang. Lagian bebas visa juga kan.
Note : Qatar Airways punya paket wisata gratis untuk tamu-tamunya yang transit lebih dari berapa jam, untuk ikut tur Doha. Bagi teman-temankuyyyy yang engga mau susah-susah mikir, mungkin ini adalah opsi terbaik. Apalagi ini dijalankan oleh maskapai. Jadi seandainya telat, kan mereka yang tanggung jawab hehe jadi tiketnya engga hangus. Btw, Bakuy sempat cek trip-nya, udah mencakup semua highlight destinasi di Doha kok. Jadi sepertinya tur ini recommended.