top of page

Filipina : Serupa Namun Tak Sama

  • Bakuyyyy
  • 25 Agu 2019
  • 17 menit membaca

Diperbarui: 20 Jun 2020


Mengapa Filipina?

Sudah sejak lama Bakuy ingin banget mengunjungi Filipina. Kalau ditanya alasannya kenapa, jawabannya mudah : karena Filipina adalah satu-satunya bangsa rumpun Melayu yang belum Bakuy kunjungi. Eh, wait, wait. Rumpun bangsa Melayu? Seriusan nih ga salah ketik?

Mayoritas orang Indonesia kalau ditanya negara mana yang serumpun dengan Indonesia, pasti jawabannya adalah Malaysia. Lalu Brunei. Kemudian Singapura. Sangat sedikit sekali yang berpikir bahwa sebenarnya negara serumpun Indonesia masih ada lagi. Pertama, Papua Nugini yang merupakan rumpun bangsa Melanesia yaitu saudara kita yang ada di Papua. Kedua, Timor Leste yang merupakan rumpun saudara kita di Timor Barat. Dan ketiga, Filipina yang merupakan rumpun saudara kita di Minahasa, Sulawesi Utara. Yang sedikit mengejutkan, Filipina pun termasuk dalam rumpun bangsa Melayu, lho! Di masa lalu, kepulauan Filipina telah menjalin kontak yang cukup intens dengan Nusantara terutama Kesultanan Brunei. Kontak yang erat ini akhirnya terputus oleh penjajahan bangsa Spanyol - yang membuat kepulauan Filipina terisolasi dari saudara-saudaranya di selatan. Jurang perbedaan itu kian membesar dengan diterimanya agama Katholik oleh masyarakat Filipina, sementara bangsa Melayu di selatan memeluk agama Islam. Sejak saat itu, Filipina seolah menjadi saudara yang asing.

Mereka serupa dengan kita, tapi tak sama.

Tiket Pesawat dan Hotel

Meskipun ini merupakan solotrip Bakuy yang pertama di tahun 2019, Bakuy tidak menyediakan cukup banyak waktu dan dana untuk perjalanan ke ini. Alasannya karena Bakuy ada trip yang lebih besar dan pastinya akan lebih menguras dana di bulan September nanti. Jadi Bakuy cuma iseng-iseng aja cari tiket di Traveloka, eh dapat promo Cebu Pacific PP 1.7 juta direct Jakarta ke Manila. Setelah mempertimbangkan sana-sini, Bakuy pun memutuskan untuk beli. Yha gapapa lah, sekali-sekali. Itung-itung rehat dari gencatan pekerjaan hehe. Btw, sebenarnya ada yang lebih murah kalau naik AirAsia. Tapi Bakuy mager transit di Kuala Lumpur yang pasti takes time, takes stamina, dan pasti takes money (buat makan, terutama). Jadi jatuhnya akan sama saja. Atas pertimbangan ini, Bakuy pun ambil Cebu Pacific aja yang direct flight. Jamnya juga pas : tengah malam, baliknya juga nyampe Jakarta tengah malam.

Ohiya trip kali ini Bakuy engga cuti. Sebagai fakir cuti yang sangat perhitungan, Bakuy sudah berjanji cuma akan ambil cuti kalau benar-benar butuh. Misalnya kalau mau pulang ke kampung halaman atau kalau mau trip yang jauh misal ke Tiongkok atau India (one day). Kalau masih wilayah ASEAN mah, weekend getaway aja deh. Apalagi kalau direct flight. Jadi Bakuy berangkat jam 00.10 hari Sabtu dan pulang jam 20.00 hari Minggu.

Untuk hotel, Bakuy menginap di Festive Hotel. Booking lagi-lagi dari Traveloka. Aplikasi asli buatan anak Indonesia ini bener-bener sangat membantu deh pokoknya. Harganya waktu itu sekitar 300rb tapi berkat promo code, jadi tinggal 250rb aja hehe. Hotelnya sendiri terletak di daerah Makati. Sekitar 10 menit jalan kaki dari Stasiun Vito Cruz. Hotelnya lumayan lah buat istirahat semalem doang. Plus sarapan pula.

Mata Uang

Salah satu bukti bahwa Filipina merupakan negara yang terisolasi dari tetangganya bisa kita lihat dari mata uangnya : peso. Ketika negara-negara besar lain di Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam membuat mata uang sendiri menggunakan bahasa mereka, Filipina justru menamai mata uang mereka peso. Padahal, peso adalah mata uang yang umumnya dipakai negara-negara Amerika Latin eks-jajahan Spanyol seperti Argentina dan Chile. Nah, mulai kelihatan kan kalau Filipina itu bingung dengan identitasnya sendiri?

Jadi orang Filipina itu : mukanya Asia, bahasanya Inggris, namanya Spanyol, tapi duitnya Amerika Latin. Bingung? Pasti!

Nah, untuk uang duit peso ini Bakuy tukar di Jakarta, yaitu di Mal Ambassador - mal favorit orang-orang yang pengen bepergian ke luar negeri karena money changer, winter coat, sampai jasa foto visa semuanya ada di sini. Waktu itu rate-nya 1 peso setara 295 rupiah. Waktu Bakuy cek di XE Currency Converter, rate-nya 265. Karena Bakuy tuker 2000 peso, jadi Bakuy kena rugi 60 ribu. Yauda lah. Lagian Bakuy uda engga ada waktu buat nyari-nyari money changer lagi. Uda gitu Bakuy berangkatnya tengah malam. Money changer di bandara takutnya uda pada tutup. Jadi yauda deh Bakuy tukar aja. Anggap aja sedekah hehe.

Drama Perjalanan

Setiap perjalanan pasti ada dramanya. Apalagi Bakuy kan orangnya suka susah gitu pemikirannya. Kadang-kadang suka nyari jalan tersulit padahal ada jalan yang lebih mudah hehe.

Sebelum terbang, Bakuy uda riset-riset dulu di internet dan tau kalau di Manila saat itu sedang musim hujan. Jadi, Bakuy pun uda siapin payung fresh baru beli dari Familymart dekat kantor (payung yang di rumah ketinggalan di ATM stasiun dan hilang) . Selain itu, kostumnya juga Bakuy sesuaikan : kaos oblong lengan pendek santai ala ala turis mancanegara dan celana pendek. Bakuy bawa satu celana panjang buat jaga-jaga kalau masuk gereja harus pakai celana panjang (tapi ternyata celana pendek engga masalah). Bakuy mikirnya kan musim hujan jadi bakal rempong kalau bajunya panjang-panjang.

Salah satu sudut kota Manila yang mirip daerah Manggarai

Itu benar, sih, tapi Bakuy amat tolol karena di pesawat cuma pakai celana pendek, kaos lengan pendek, dan tanpa jaket. Penerbangannya malam pula! Otomatis dinginnya bertubi-tubi! Mana ngantuk, leg space sempit, pokoknya menderita deh! Jadi catat ini yaa, bagi teman-temankuy yang engga kuat dingin, jangan sekali-sekali naik pesawat cuma pakai celana pendek dan tanpa jaket. Jangan pernah!

Nah, drama kedua adalah ketika Bakuy ngeliat ada orang Indonesia yang di pesawat rempong banget nyari-nyari pinjeman pulpen. Kan orang ngantuk ya, dan jadi ga nyenyak karena dianya kelabakan sendiri nyari pulpen sampai pinjam ke pramugari. Bakuy udah sensi gitu, jiwa netizen Bakuy bergumam, "Ih ni orang udik banget sih ntaran aja napa? Toh di bandara juga pasti ada. Ni pasti orang-orang yang gamau ngantri dan pengennya duluan langsung masuk imigrasi."

Ninoy Aquino International Airport Terminal 3 yang kecil dan berantakan

Ternyata teman-teman, Ibu itu benar! Ninoy Aquino International Airport Terminal 3 itu... aduh, ngaco! Begitu keluar dari garbarata, jalan dikit eh udah masuk imigrasi yang kecilnya minta ampun! Bakuy toleh kanan-kiri, nyari meja yang biasanya nyediain pulpen dan arrival card. TERNYATA ENGGA ADA! Jadi di situ cuman ada meja panjang doang yang engga ada isinya sama sekali. Even pulpen aja engga disediain. Jadi para penumpang itu pada lama nyari-nyari pinjeman pulpen satu sama lain! Gila! Apakah budget mereka sekecil itu sampai pengadaan pulpen aja engga bisa?? Dan yang bikin Bakuy makin tak habis pikir, di situ engga ada arrival card yang bisa diambil begitu aja! Memang, sih, arrival card akan dibagikan di pesawat. Tapi gimana kalau ga semua penumpang mengambil? Gimana kalau penumpang itu baru pertama ke luar negeri dan engga ngerti? Gimana kalau penumpang itu ketiduran di pesawat? Gimana kalau penumpang itu meninggalkan arrival card nya di pesawat? Setidaknya, bandara harus tetap menyediakan arrival card untuk mengantisipasi hal-hal ini. Tapi ini... enggak...

Entahlah, mungkin waktu itu masih pagi (sekitar jam 6 kalau ga salah), sehingga petugasnya belum beres-beres. Tapi tetap aja yang namanya bandara internasional ya harusnya siap 24 jam. Kalau udah kayak gini kan bikin malu seluruh Filipina.

Persiapan Jalan-Jalan

Setelah melihat kondisi di imigrasi yang ngaco, ekspektasi Bakuy akan Filipina langsung menurun drastis. Pikir Bakuy, kalau mengurus satu bandara internasional aja mereka engga bisa, gimana mau ngurus satu negara? Tapi yauda deh. Kan ada pepatah yang bilang untuk jangan menilai sebuah buku dari sampulnya hehe.

Bandara Ninoy Aquino Terminal 3 itungannya kecil banget untuk ukuran bandara internasional. Jalan kaki dari ujung ke ujung ga nyampe 10 menit bahkan, eh tau-tau uda abis aja. WiFi-nya sih lumayan. Jadi ada beberapa pilihan gitu, ada yang 2 jam, dan sisanya 15 menitan. Untuk ngakses, cukup isi kuesioner singkat aja dan langsung deh nyambung! Btw, Bakuy engga beli SIM Card yaa. Sayang banget cuman sehari. Jadi yauda terjun bebas aja kayak Tarzan. Auoooo!

Tapi kan Tarzan juga butuh sarapan ya. Jadi Bakuy mampir dulu ke Jollibee! Terakhir Bakuy makan ini waktu trip ke Brunei Darussalam. Untuk teman-temankuy yang belum tau, Jollibee adalah gerai makanan siap saji asli Filipina yang rasanya enak dan (sepertinya) halal. Menu-nya beragam banget tapi kurang lebih ya mirip-mirip KFC, lah. Cuman bedanya dia ada sausnya yang manis-manis gurih gitu kayak kari atau saus BBQ. Pokoknya enak deh! Trus mereka jual kayak patty gitu yang dihidangkan sama nasi. Gatau rasanya gimana. Bentuknya kurang menggugah selera.

Bakuy pilih yang paket spicy kalau ga salah harganya sekitar 109 peso termasuk cola. Untuk standar orang Indonesia rasanya engga pedas. Bakuy yang sangat sensitif sama pedas aja kuat makannya. Bahkan sampek nagih lho. Tapi ternyata orang Filipina engga biasa makan pakai tangan. Jadi Bakuy sempet dilihatin orang gitu pas mencabik-cabik dada ayam dengan tangan. Bahkan ada yang diem-diem foto. Ya sebodo amat lah orang kata apa. Toh gaakan ketemu lagi ini wakakak.

Sejarah Filipina

Sebelum berangkat, rata-rata teman kantor pada bertanya hal yang sama : emang ada apa sih di Filipina? Oke, jadi seperti biasa, Bakuy akan cerita sedikit tentang negara ini sebelum memulai bercerita lebih jauh tentang trip Bakuy.

Filipina merupakan salah satu negara pendiri ASEAN yang terletak di sebelah utara Indonesia. Sama seperti negara kita, Filipina juga merupakan sebuah negara kepulauan sehingga suku bangsanya bermacam-macam. Mayoritas penduduk Filipina beragama Katholik, dengan minoritas Muslim terutama di Pulau Mindanao yang berada di selatan. Latar belakang mengapa orang-orang di Mindanao beragama Islam adalah karena dulunya wilayah ini merupakan bagian dari Kesultanan Sulu yang memiliki ikatan historis dengan Brunei. Dan melalui kesultanan inilah seluruh kepulauan Filipina menjalin kontak dengan masyarakat di Nusantara. Bahkan, dulu mayoritas penduduk Manila beragama Islam, lho.

Informasi antrean taksi di NAIA Terminal 3

Oh iya, nama 'Filipina' sendiri awalnya dipakai oleh penjelajah Spanyol, Ruy Lopez de Villalobos, merujuk pada kepulauan Leyte dan Samar tahun 1542. Dia menyebut gugusan kepulauan itu dengan nama 'las islas felipinas' sebagai penghormatan untuk Raja Philip II dari Spanyol yang pada saat itu masih berstatus sebagai Pangeran Asturia. Lambat laun, nama ini menjadi sebutan untuk kepulauan Filipina secara keseluruhan bahkan hingga hari ini.

Kontak pertama kali dengan bangsa Eropa terjadi di tahun 1521, di mana Ferdinand Magellan yang merupakan seorang pelaut Portugis berhasil bersandar di Filipina kemudian mengklaim kepulauan tersebut sebagai milik Spanyol. Namun, ia tidak pernah bisa menyelesaikan ekspedisinya karena ia terbunuh dalam Pertempuran Mactan di tahun yang sama. Btw, pasti teman-temankuy penasaran 'lho, kok dia orang Portugis tapi mengklaim Filipina untuk Spanyol?' Jawabannya adalah karena ekspedisi yang ia jalani justru dibiayai oleh Raja Spanyol, Charles I. Sementara Raja Manuel I dari Portugal menolak gagasannya menemukan jalur lain menuju kepulauan rempah-rempah (Maluku). Oleh sebab itu, Magellan berutang budi pada sang raja dan tindakannya ini merupakan bentuk kesetiaannya pada penguasa Spanyol.

Penaklukan oleh bangsa Eropa dimulai pada tahun 1565 di mana seorang penjelajah Spanyol, Miguel Lopez de Legazpi, datang ke Filipina dari Meksiko dan mendirikan permukiman Hispanik pertama di Cebu. Legazpi kemudian membentuk aliansi dengan orang-orang Visayan, tentara Hispanik, dan para pejelajah dari Amerika Latin untuk menguasai Manila yang pada saat itu masih memeluk agama Islam. Setelah itu, para penguasa dan golongan elite Manila pun dipaksa memeluk agama Katholik. Ada perlawanan dari Brunei untuk merebut kembali Manila dari tangan orang-orang Spanyol, tapi semuanya berhasil diredam. Akhirnya, dengan jatuhnya Manila, Pulau Luzon benar-benar sudah menjadi milik Spanyol.

Chinese Garden di Rizal Memorial Park

Nah, kalau kita perhatikan lebih seksama, penaklukan oleh bangsa Spanyol ini sangat unik. Seperti yang kita ketahui, ekspedisi yang dilakukan oleh bangsa Eropa memegang 3 tujuan : gold, gospel, and glory. Tapi di antara seluruh bangsa Eropa yang menjadi kekuatan kolonial, hanya bangsa-bangsa Spanyol yang paling teguh memegang tujuan gospel, yakni menyebarkan ajaran Nasrani ke tanah-tanah jajahannya. Seperti yang terjadi pada Filipina ini, di mana orang-orang Spanyol seolah ingin menghapus eksistensi Muslim di kepulauan Filipina. Mengapa?

Jawabannya adalah karena bangsa Spanyol menganggap 'pembebasan' Filipina dari tangan penguasa Muslim merupakan perpanjangan dari reconquista - serangkaian pertempuran di Semenanjung Iberia di mana orang-orang Kristen Spanyol berusaha merebut kembali tanah air mereka dari penjajahan Dinasti Umayyah. Selain itu, pertempuran ini dianggap sebagai 'perang pengadilan' di mana Spanyol membalas dendam pada Kekaisaran Ottoman yang telah menduduki wilayah yang dulunya merupakan kekuasaan umat Nasrani di Mediterania Timur. Motif yang agak rumit, ya? Hahaha.

Penjajahan Spanyol atas Filipina berakhir di tahun 1898, setelah serentetan eksekusi tokoh-tokoh nasionalis Filipina oleh otoritas Spanyol dan pertempuran bersenjata yang dipimpin Andres Bonifacio dengan loyalisnya yang disebut Katipunan. Bersamaan dengan itu, Amerika Serikat berhasil mengalahkan Spanyol dalam Perang Amerika-Spanyol, yang menjadi titik nadir dari kejayaan Kekaisaran Spanyol sekaligus awal bagi berdirinya Republik Filipina Pertama. Dalam Perjanjian Paris 1898, Spanyol menyerahkan Filipina, Guam, dan Puerto Rico pada Amerika Serikat, sementara Amerika Serikat harus membayar USD 20 juta sebagai kompensasi. Tidak puas dengan hasil Perjanjian Paris, orang-orang Filipina mulai melakukan perlawanan secara sporadis terhadap Amerika Serikat. Perjuangan ini terus berlanjut hingga Perang Dunia II yaitu ketika Jepang berhasil menduduki Filipina.

Meskipun Filipina merupakan salah satu negara pendiri Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 11 Oktober 1945, tapi kemerdekaan bangsa Filipina secara penuh baru benar-benar terjadi pada tanggal 4 Juli 1946. Pada saat itu, berdasarkan pada Perjanjian Manila, Amerika Serikat untuk kali pertama mengakui kedaulatan Republik Filipina dengan Manuel Roxas sebagai presiden.

Salah satu sudut di Rizal Shrine, bagian dalam Intramuros

Wah, panjang juga, ya? Menurut Bakuy, sejarah Filipina ini sangat unik karena hanya Filipina-lah bangsa Asia yang pernah dijajah oleh Spanyol dan Amerika Serikat. Filipina juga merupakan salah satu teater terbesar dalam Perang Pasifik, karena baik Jepang maupun Amerika Serikat sama-sama melihat kepulauan ini tidak hanya sebagai pangkalan yang strategis, melainkan juga harga diri yang harus dipertahankan mati-matian. Bagi Amerika Serikat, merebut kembali Filipina merupakan suatu keharusan mengingat mereka dulunya adalah penguasa di kepulauan tersebut. Bagi Jepang, mempertahankan Filipina merupakan suatu keharusan karena itu adalah simbol superioritas bangsa Jepang atas bangsa Amerika.

Fiuh, siapa yang berebut, siapa yang menderita, ya? :(

Manila American Cemetery and Memorial

Tempat pertama yang Bakuy kunjungi di Manila adalah kuburan. Yupz, iya. Alih-alih memasukkan wisata kuliner seperti Quiapo Market atau Binondo, Bakuy malah sengaja memasukkan kuburan ke dalam salah satu destinasi wajib yang harus Bakuy kunjungin. Tapi kuburan ini bukanlah kuburan biasa.

Tempat peristirahatan terakhir mereka yang gugur dalam melawan agresi Jepang di Pasifik

Manila American Cemetery and Memorial merupakan makam sekaligus monumen peringatan akan prajurit yang gugur dalam Perang Pasifik. Mereka yang dimakamkan di sini umumnya gugur di medan pertempuran Filipina dan Papua Nugini. Walaupun namanya 'American', tapi pemakaman ini tidak eksklusif hanya untuk prajurit Amerika sahaja. Pokoknya seluruh pasukan Sekutu yang gugur di medan Perang Pasifik akan dimakamkan dan namanya diukir dalam monumen di sini, jadi jangan heran kalau ada nama orang Filipina, Australia, Inggris, atau bahkan Tiongkok.

Pemakaman ini terletak di Taguig City dan tidak jauh dari Terminal 3 NAIA. Sayangnya, tidak ada transportasi publik yang melewati pemakaman ini. Maka dari itu, Bakuy memutuskan untuk naik taksi dari bandara dan kena cas 400 peso. Kayaknya ini kemahalan, deh. Soalnya ada blogger lain yang cuma kena 150 peso. Tapi ya mau gimana lagi, soalnya argo-nya emang nunjukin angka segitu :( tapi pak supirnya baik banget. Dia juga cerita kalau banyak orang Indonesia yang datang ke Filipina dan ngasih dia Indomie secara cuma-cuma. Hehehe agak malu sih, jadi kesannya orang Indonesia suka banget makan mie instan. Tapi ya emang enak sih. Jadi dilema.

Dinding dengan nama-nama prajurit yang gugur atau hilang dalam medan pertempuran

Oh iya! Pak sopirnya dan Mbak-Mbak staf di bandara juga sempat bilang kalau Bakuy mirip salah satu aktor Filipina yang Bakuy lupa namanya WKWKWK. Asli ini Bakuy cuma ketawa-ketawa aja, sih. Mereka juga penasaran banget nanyain Bakuy ada darah Filipina atau gak. Bakuy bilang enggak. Bakuy murni Persia (eh Indonesia deng hehe). Tapi mereka kayak masih ga percaya gitu. Sampek ditanyain lagi 'yakin ga ada keturunan Filipina-nya? Soalnya muka kamu Filipina banget'. Trus Bakuy bilang muka orang Filipina dan Indonesia emang mirip. Tapi dia tetep bilang dia juga sering ketemu tamu orang Indonesia, tapi Bakuy lebih mirip orang Filipina ketimbang mereka. He-he-he. Iya-in aja deh kalau udah gini XD

Deretan makam para veteran

Nah, perlu dicatat bahwa Manila American Cemetery and Memorial ini buka jam 9 tepat. Penjaganya tampak excited gitu waktu lihat ada turis asing datang. Dia sampai nanya apakah Bakuy ada kerabat yang memang dimakamkan di situ. Bakuy bilang engga ada hahaha cuman jalan-jalan aja. Setelah menunjukkan paspor, mengisi semacam daftar absensi, dan membaca peraturan, Bakuy pun dipersilakan menjelajahi pemakaman dengan gratis. Dan ternyata memang pemakaman ini suka dijadikan lokasi jogging oleh masyarakat sekitar karena area-nya yang luas dan suasana-nya yang tenang. Bakuy menghabiskan waktu kurang lebih sekitar 1.5 jam di sana untuk sekadar lihat-lihat, foto-foto, dan baca-baca teks sejarah. Di situ juga kebetulan ada rombongan turis Korea. Untungnya mereka engga yang heboh foto-fotonya kayak yang pernah Bakuy ceritain di tulisan Bakuy sebelumnya hehehe.

Naik Pasig River Ferry

Di setiap tempat yang Bakuy kunjungin, Bakuy selalu pengen ada pembeda dari turis-turis mainstream pada umumnya. Selain mengunjungi Manila American Cemetery and Memorial yang unik, Bakuy juga sengaja memilih satu transportasi yang jarang terpikirkan oleh turis mancanegara : Pasig River Ferry! Jadi kota Metro Manila ini dibelah oleh sebuah sungai yang namanya Sungai Pasig. Kurang lebih kayak Ciliwung-nya Jakarta, lah. Bakuy pengen nyobain apakah river ferry-nya Manila sama mantapnya kayak river cruise di Bangkok. Jadi Bakuy bela-belain naik transportasi ini dari Taguig City menuju Intramuros!

Suasana di ruang tunggu Guadalupe Ferry Station

Btw, mengingat Bakuy sudah bertekad hanya akan menggunakan 2000 peso dan tidak akan menarik uang lagi di ATM, Bakuy bela-belain jalan kaki dari Manila American Cemetery and Memorial ke pemberhentian terdekat Pasig River Cruise, yaitu Guadalupe Ferry Station. Jaraknya sekitar 4 kilo hahaha. Demi penghematan, Bakuy akan jabanin, kok! Lagipula Taguig City ini rapi dan teratur banget. Banyak mal-mal besar dan kendaraannya juga pada disiplin lalu lintas. Dalam sekejap, Bakuy menyimpulkan bahwa Taguig City itu ibarat BSD-nya Manila.

Gak berapa lama jalan, langit mulai mendung dan hujan pun turun. Bakuy pun mengeluarkan jurus andalan yang sedari tadi Bakuy sembunyikan : payung Familymart. Wahahaha, air-air pun jatuh berguguran. Tak satupun berhasil mencapai Bakuy yang hanya mengenakan short dan kaus lengan pendek. Paling kakinya sih agak-agak becek.

Tapi makin lama, kok pemandangannya makin engga bener. Makin banyak trotoar rusak, makin banyak suara klakson, makin banyak perumahan kumuh, dan makin banyak anjing liar. Oh, ternyata Bakuy sudah mulai memasuki Manila yang sebenarnya hehe. Jadi Metro Manila yang selama ini kita kenal bukanlah satu kota aja, teman-teman. Metro Manila itu terdiri dari 16 kota (termasuk Manila dan Taguig) dan 1 kabupaten. Nah, Taguig dan Makati itu ibarat BSD sama SCBD-nya Metro Manila, lah. Sedangkan Manila itu ibarat kota tua-nya Manila. Jadi kebayangkan, betapa kumuh dan engga teraturnya Manila? Hehehe.

Pemandangan dari Guadalupe Ferry Station, tak jauh dari sana ada LRT yang lewat

Setelah menerabas hujan dan menyeberangi jalan besar yang membabi buta, Bakuy pun tiba di Sungai Pasig yang engga lebih indah dari Sungai Ciliwung (tapi engga separah Ciliwung karena di Pasig ini sampahnya engga sampai menggunung). Jalan-jalan dikit, eh sampai deh di Guadalupe Ferry Station. Posisinya dekat banget sama Guadalupe MRT Station, jadi kita bisa ngelihatin kereta-kereta yang hilir-mudik memasuki stasiun. Tapi entah kenapa, waktu itu feri-nya engga sampai Intramuros. Cuma sampai Escolta. Ya engga gitu jauh sih, cuman tinggal nyeberang jembatan doang. Yauda deh Bakuy beli tiket one-way Guadalupe-Escolta seharga 50 peso. Peminat transportasi ini juga engga banyak. Bahkan di kalangan warga Manila sendiri. Yang naik cuma sekitar 5 orang. Makanya jadwal trip-nya engga banyak. Hmmm gapapa deh. Makin sepi kan makin nyaman fufufufu.

Terima kasih atas tumpangannya!

Daripada disebut feri, ini lebih pantas disebut motorboat. Jadi kita naik perahu mesin yang warna putih itu, yang bisa kita temukan di Danau UI. Untuk kenyamanan sih ya standar ya, sama kayak kalau naik motorboat biasa. Cuman enaknya adalah engga macet, engga nyasar, murah, dan tentunya dapat pengalaman baru yang engga semua orang pernah rasakan - bahkan warga Manila sendiri belum tentu tau tentang transportasi ini. Kalau ditanya transportasi ini worth atau engga, Bakuy akan bilang worth. Di Manila yang tempat wisatanya engga banyak ini kita harus bisa eksplor sedalam-dalamnya. Kalau cuma naik MRT atau LRT aja mah udah biasa banget. Sekali-sekali mari kita coba transportasi yang lebih unik, misalnya jeepney atau feri ini.

Intramuros

Sama seperti orang Belanda yang membangun benteng di Jakarta yang isinya hanya eksklusif untuk orang-orang Eropa, Spanyol juga membuat benteng kota yang memisahkan komunitasnya dengan komunitas asli Filipina. Benteng itu bernama Intramuros, atau yang artinya 'di dalam dinding'. Intramuros ini sudah seperti destinasi wajib turis asing kalau berkunjung ke Manila. Biasanya mereka akan menyediakan waktu satu hari untuk eksplor kota tua ini sebelum pergi ke destinasi selanjutnya seperti Cebu, Boracay, atau Puerto Princesa.

Pintu masuk ke area Intramuros

Yang ikonik dari Intramuros sebenarnya adalah dindingnya yang masih terawat lengkap dengan meriam abad ke-19. Sisanya ya seperti perkampungan biasa. Masih ada sih arsitektur-arsitektur Mediterania yang berdiri di sini, tapi menurut Bakuy engga begitu mentereng. Tampaknya perawatannya kurang. Sama seperti Jakarta yang kurang memperhatikan warisan kolonialnya.

Tampak luar Manila Cathedral, diambil dari Palacio del Gobernador dan Plaza de Roma

Beberapa destinasi yang harus didatangi di Intramuros antara lain Manila Cathedral, Rizal Shrine, Casa Manila, Bahay Tsinoy, Baluarte de San Diego, Puerta Real Gardens, Silahis Center, San Agustin Museum, dan Plaza de Roma. Tapi menurut Bakuy yang paling mengena sih cuma Fort Santiago sama Rizal Shrine, sih. Itupun agak mengecewakan karena banyak yang sudah hancur. Jadi kesannya ya cuman kayak bangunan lama yang rubuh gitu :(

Note : untuk masuk Fort Santiago dikenakan biaya 75 peso per orang. Fort Santiago ini sangat mengandung nilai sejarah karena didirikan oleh bangsa Spanyol di mulut Sungai Pasig untuk menahan serangan musuh yang datang dari laut. Ironisnya, akibat endapan lumpur dan surutnya air laut, kini Fort Santiago tidak lagi berada di mulut sungai seperti dulu, melainkan seperti benteng di tengah kota dengan parit-paritnya yang besar.

Gerbang utama Fort Santiago yang ikonik lengkap dengan turis India yang sedang berpose

Karena sudah lelah dan hari makin panas, Bakuy pun memutuskan untuk check-in ke hotel. Dari Intramuros, Bakuy harus menyeberang melewati lalu lintas Manila yang gaduh itu hingga mencapai Stasiun LRT Central. Posisinya emang agak tersembunyi dan sangat... engga disangka-sangka deh pokoknya! Jadi kita kayak masuk ke pasar gitu nah nanti stasiunnya ada di lantai 2. Pasarnya kayak salah satu kompleks gedung di Tanahabang gitu, deh! Pokoknya semua yang ada di Manila ini selalu membuat Bakuy terkejut hehe :)

Tampak depan San Agustin Museum

Kalau ditanya LRT-nya gimana, menurut pengalaman Bakuy, kereta LRT di Manila itu ada dua jenis : model lama dan model baru. Yang model lama suasananya kuno banget. Udah kayak naik metro di Volgograd. Kalau yang model baru sih nyaman. Dan transportasi ini cukup sering penuh, jadi teman-teman harus bersiap sedikit berdesakan hoho. Untung Bakuy tiap hari commuting Serpong-Jakarta jadi ini sudah kebal.

Rizal Memorial Park

Di hari kedua sekaligus hari terakhir di Manila ini, Bakuy telah melakukan kesalahan yang cukup fatal :(

Jadi Bakuy kan lagi beli oleh-oleh nih, tapi Bakuy salah perhitungan sehingga duit Bakuy bener-bener habis! Cuman sisa 150 peso doang, atau setara 40 ribu rupiah! Padahal itu masih pagi, belum makan siang, belum makan malam, belum transportasi ke bandara! Ya Tuhan! Tapi Bakuy belum puas jalan-jalan. Jadi yang awalnya di hari terakhir ini mau ke Quiapo, Binondo, dan Rizal Memorial Park, jadi batal. Karena keterbatasan dana, Bakuy harus memilih satu destinasi saja, dan Bakuy pun merelakan Quiapo dan Binondo demi Rizal Memorial Park - salah satu landmark bersejarah Manila.

Note : Bakuy memang seorang historical tourist. Jadi kalau ada pilihan destinasi sejarah dan kuliner atau pemandangan, Bakuy pasti pilih sejarah!

Dari Vito Cruz Station, Bakuy pun naik LRT menuju United Nations Station. Hari itu lebih mendung dari hari sebelumnya, jadi Bakuy harus cepat-cepat supaya tidak kehujanan. Tapi akibat keterbatasan informasi, takut bertanya, dan ketiadaan internet, Bakuy jadi bolak-balik di persimpangan yang sama karena bingung mencari letak Rizal Memorial Park yang harusnya engga jauh. Bakuy padahal uda pakai jurus andalan : membuntuti orang Kaukasian karena mereka biasanya turis yang juga pengen ke destinasi wisata terdekat. Tapi ternyata mereka malah masuk apartemen dong elah :(

Suasana di dalam LRT yang penuh sesak

Setelah berputar-putar, Bakuy pun akhirnya tiba di Rizal Memorial Park! Hmmm, oke isinya sih seperti taman rakyat pada umumnya. Cuma di sini ada monumen gagah yang didedikasikan untuk Jose Rizal, pahlawan pergerakan nasional Filipina melawan penindasan bangsa Spanyol. Trus ada juga ukiran-ukiran wajah pahlawan dari berbagai daerah di kepulauan Filipina. Bahkan ada pahlawan-pahlawan muslim yang turut melawan penindasan Spanyol di Mindanao, lho.

Diorama eksekusi Jose Rizal oleh tentara kolonial Spanyol

Meskipun tercekik dana, entah kenapa Bakuy tetap rela mengeluarkan 25 peso untuk masuk ke diorama Martyrdom of Jose Rizal. Ya iyalah, uda jauh-jauh ke Filipina masa ga eksplor dalam, sih? Yaa walaupun dana juga terbatas, sih, hahaha. Sebenarnya isinya sedikit, tapi bagus. Bakuy suka banget sama diorama eksekusi Jose Rizal yang dilakukan otoritas Spanyol. Sayangnya, tempat itu kurang dirawat. Rumput-rumput dibiarkan tumbuh begitu saja. Patung-patung mulai keropos sedikit demi sedikit. Sedih sih ngelihatnya. Apalagi dibanding tempat edukasi, diorama itu malah lebih diminati sebagai lokasi bercumbu :(

Bagaimana cara untuk pulang?

Selesai mengitari Rizal Memorial Park, muncul satu masalah baru : bagaimana caranya untuk ke bandara kalau uang aja udah habis?

Rata-rata harga transportasi ke bandara (selain taksi) itu 100 peso, sedangkan saat itu duit Bakuy udah tinggal 90 peso. Bakuy engga tau rute-rute jeepney dan engga ada sinyal internet buat browsing. Pokoknya otak Bakuy udah bener-bener buntu. Jadi Bakuy pun terpaksa mengeluarkan jurus andalan super terakhir : ya jalan kaki aja!

Jeepneys!

Yass!

Ketika uang sudah tak mendukung, maka Tuhan sudah menganugerahi kita satu transportasi yang tak ternilai : kaki.

Maka Bakuy pun, untuk kali pertama dalam catatan sejarah solotraveling, memutuskan jalan kaki dari kota Manila ke Terminal 3 NAIA. Caranya cukup mudah. Pertama naik LRT dulu ke EDSA Station. EDSA ini stasiun paling ujung dari rute LRT, lalu dari sini naik jembatan panjang yang akan mengarah ke Taft Avenue. Btw, daerah ini benar-benar mirip Pasar Tanahabang jadi hati-hati ada copet yah! Trus kumuh juga dan di beberapa bagian bau pesing hehe. Pokoknya persis kayak di Jakarta deh ini!

Manila sehabis hujan. Persis Tanahabang

Nah, kalau udah turun di seberang persimpangan, ikutin aja jalan ke arah Hotel Kabayan. Nanti ketemu 7-11, jangan lupa beli GULP yang Cucumber Lime wah gila seh ini favorit Bakuy banget! Bahkan dalam keadaan dana menipis juga Bakuy tetep bela-belain beli segelas GULP ukuran large yang Cucumber Lime untuk terakhir kalinya :" Habis itu jalan dikit dan belok kanan ke arah Aurora Boulevard. Nah, daerah ini sudah masuk Pasay City, yaitu salah satu dari 16 kota pembentuk Metro Manila. Apakah Pasay City sebagus Taguig? Jawabannya : ENGGAK! Jangan deh pesan hotel di daerah Pasay. Selain jauh, tempatnya kumuh mirip-mirip Manila dan di trotoarnya banyak tai anjing (eh ini bukan misuh ya tapi beneran banyak kotoran anjingnya gitu gede-gede mana Bakuy sambil minum GULP lagi kan jadi eneg ya). Jadi mata harus terus awas ke bawah kalo gamau tiba-tiba menginjak ranjau sinterklas.

Minuman favorit selama jalan-jalan di Manila

Dari EDSA Station ke Terminal 3 NAIA jaraknya sekitar 3 kilometer. Ga gitu jauh, sih, cuman lingkungannya sangat tidak mengenakkan. Jadi kalau teman-teman bawa koper, jangan deh jalan kaki ke EDSA Station. Kasihan kopernya kalau tiba-tiba keinjek tai anjing kan. Trus roda kopernya pasti langsung aus. Tapi kalau teman-temankuy cuma bawa backpack, mungkin bisa dicoba. Beda dengan Cengkareng, Terminal 3 NAIA ini reachable dengan jalan kaki, kok. Bakuy engga dapat kesulitan apa-apa waktu dengan entengnya masuk ke area departure. Udah kayak jalan kaki ke terminal bus aja gitu guys. Engga ada pengecekan. Bahkan petugas sekuriti yang nyetop-nyetopin mobil sambil bawa anjing aja engga peduli sama sekali waktu Bakuy lewat dekat dia. Seorang turis gembel yang kehabisan duit sehingga terpaksa harus jalan kaki ke bandara huohuo. Sampai di bandara, ganti baju deh tunggu penerbangan jam 8 malam. Agak lapar, sih. Tapi demi penghematan, Bakuy bertekad untuk tidak akan menarik uang sedikitpun.

Selesailah petualangan singkat Bakuy di Manila. Sesampainya di CGK, Bakuy segera pergi ke KFC untuk beli ayam, nasi, dan cream soup. Laper, teman-temankuy!

Kesimpulan

Kalau ditanya Manila worth buat dikunjungin, Bakuy sih akan bilang semua tempat itu worth untuk dikunjungi. Masalahnya adalah apakah preferensi teman-teman sesuai dengan worthiness yang ditawarkan tempat itu atau tidak. Kalau teman-temankuy suka sejarah, maka mengunjungi Manila bisa jadi pilihan. Tapi Bakuy engga menyarankan untuk tinggal lama-lama di kota itu karena menurut Bakuy, eksplor Manila itu cukup dengan weekend getaway aja. Engga usah sampai ambil cuti segala kecuali teman-teman mau ke kota-kota lain seperti Cebu dan Puerto Princesa. Toh Bakuy waktu itu engga ke Binondo dan Quiapo bukan karena enggak sempat, tapi karena emang uda engga ada duit hehe.

Bendera nasional Filipina, diambil dari halaman depan Museum of Natural History

Tapi sampai saat ini ada dua hal yang Bakuy masih sesali dari petualangan Bakuy ke Manila. Pertama, Bakuy engga sempat beli banana sauce yang menjadi ciri khas hidangan Filipina karena tiapkali Bakuy ke 7-11 pasti selalu engga ada :( dan kedua, Bakuy enggak sempat naik jeepney karena takut nyasar :(

Okedeh, itu adalah cerita Bakuy saat jalan-jalan ke Filipina kemarin. Bagaimana dengan teman-temankuy? Adakah cerita yang ingin teman-teman bagikan? Komen-komen di bawah yah! ;)


You Might Also Like:

20220525_001003[1]
20190920_143037
20191207_141107
20220524_162459[1]
20191201_175832
20190918_081423%20(1)_edited
20190727_094635_edited
20190921_112855
20191202_124237
Church of the Savior on Blood, Saint Petersburg, Russia
About Me

Bayu, atau yang (belakangan ini) kerap dipanggil Bakuy, merupakan orang biasa yang memutuskan menjadi seorang solotraveler sejak tahun 2015. Pengalaman traveling-nya mungkin masih sangat minim, tapi kisah-kisah seru seorang solotraveler membuatnya tak tahan untuk tidak berbagi cerita dengan banyak orang

 

Read More

 

Join my mailing list

Bakuyyyy

Subscribe di sini ya teman-temankuy!

bottom of page