top of page

Taiwan : Mempertanyakan Identitas

  • Bakuyyyy
  • 22 Des 2017
  • 26 menit membaca

Diperbarui: 19 Jun 2020


Setelah sekian lama ditunda, akhirnya Bakuy berhasil membulatkan tekad untuk mulai menulis artikel perjalanan Bakuy ke Taiwan. Perjalanan ini dilakukan pada 6 Januari 2017 lalu. Udah lama sekali, ya? Hehe. Jadi mohon maklum apabila ada beberapa bagian yang Bakuy lupa. Terutama di bagian detil-detil cerita seperti harga. Kemudian, Bakuy juga meminta maaf karena dokumentasi yang waktu itu masih buruk. Bakuy lupa menyimpan foto-foto trip ke Taiwan di mana, sehingga ada beberapa bagian perjalanan yang tak bisa didokumentasikan di artikel kali ini. Dengan segala kekurangan itu, Bakuy berharap artikel ini bisa bermanfaat untuk subscriber-subscriber jalansendiriaja tercinta :)

Sekilas Tentang Taiwan

Republik Tiongkok atau yang lebih familiar disebut Taiwan ini adalah sebuah 'negara' yang terletak di Laut Cina Selatan, tepatnya di sebelah timur Propinsi Fujian di Tiongkok dan sebelah utara Pulau Luzon di Filipina. Wilayahnya meliputi Pulau Taiwan (Formosa) dan pulau-pulau kecil di sekitarnya seperti Penghu, Kinmen, dan Matsu. Dalam sejarahnya, Taiwan sudah berkali-kali berpindah tangan, dimulai dari para penghuni aborigin yang merupakan suku asli Taiwan, lalu Tiongkok, Portugis, Belanda, Jepang, sempat bersatu dengan Tiongkok lagi, sebelum akhirnya terpisah kembali dan menjadi Republik Tiongkok seperti sekarang ini.

Pendiri Republik Tiongkok yang pemerintahannya berbasis di Taipei ini adalah Chiang Kai-Shek. Sebelum dikalahkan oleh Partai Komunis dalam Perang Sipil Tiongkok, Chiang adalah penguasa diktator di seluruh Tiongkok. Partai yang ia pimpin saat itu adalah Partai Kuomintang yang didirikan oleh Doktor Sun Yat-Sen, Bapak Pendiri Tiongkok yang sangat dihormati baik oleh pihak komunis maupun nasionalis (Kuomintang). Setelah perang sipil berakhir, Chiang dan kolega-koleganya terpaksa meninggalkan Tiongkok daratan dan mendirikan pemerintahan sementara di Taipei, Taiwan, dengan nama resmi Republik Tiongkok (berbeda dengan Republik Rakyat Tiongkok yang komunis dan menguasai seluruh daratan Tiongkok). Sejak saat itu, kedua pihak kerapkali bersitegang.

Taiwan bercita-cita untuk merebut kembali daratan Tiongkok dari komunis, sedangkan Tiongkok menganggap Taiwan adalah propinsi yang membangkang. Dengan kata lain, kedua pihak saling mengklaim wilayah satu sama lain. Rudal-rudal Tiongkok sampai hari ini masih diarahkan ke Taiwan dan siap diluncurkan kapan saja apabila 'propinsi' tersebut nekat mendeklarasikan kemerdekaan.

Kini, Taiwan memerintah wilayahnya sendiri dan secara de facto merdeka dari Tiongkok. Baik Taiwan maupun Tiongkok memegang teguh prinsip One China Policy, yakni hanya ada satu Tiongkok, tapi penafsiran mengenai 'Tiongkok' tersebut berbeda antara kedua belah pihak. Upaya-upaya reunifikasi seperti yang sudah dilakukan untuk Hong Kong dan Makau berujung kegagalan akibat kecurigaan dari pihak Taipei yang tak ingin dibelenggu oleh kedigdayaan Beijing. Selain itu, dukungan terhadap kemerdekaan semakin kuat di Taiwan terutama di kalangan generasi muda, yang mulai memandang diri mereka sebagai Taiwanese ketimbang Chinese.

Mengapa Taiwan?

Bagi orang Indonesia, terutama yang bukan keturunan Tionghoa, Taiwan belum menjadi destinasi favorit untuk wisata. Popularitasnya masih kalah dibandingkan destinasi ASEAN dan Jepang. Namun, Taiwan justru dipandang sebagai sumber lapangan kerja bagi TKI. Ada banyak sekali TKI yang dikirim ke Taiwan setiap tahunnya. Umumnya mereka dipekerjakan sebagai buruh kasar di pabrik-pabrik atau sebagai asisten rumah tangga. Hal inilah yang membuat imej orang Indonesia menjadi negatif di Taiwan. Imbasnya, orang Taiwan jadi menganggap Indonesia sebagai negara yang sangat terbelakang karena mengekspor tenaga kerja murah. Kurang lebih sama seperti Filipina.

Didorong oleh rasa keingintahuan untuk mempelajari sejarah perseteruan Taiwan-Tiongkok langsung dari negaranya, dan membuktikan bahwa WNI juga bisa menjadi turis baik-baik, Bakuy pun mantap memilih Taiwan sebagai destinasi ketiga setelah trip Hong Kong yang gagal dan trip Malaysia. Lagipula, Bakuy juga ingin melihat sosok yang dinamakan 'visa' di paspor Bakuy wkwkwk. Paling tidak dengan adanya visa negara maju yang tak bermasalah, paspor Indonesia yang lemah itu bisa sedikit 'dipandang' oleh petugas imigrasi negara lain. Maka, Bakuy pun memantapkan diri untuk sekali lagi mengunjungi negeri subtropis ini.

Visa

Sayang sekali, hingga Desember 2017 ketika artikel ini ditulis, visa masih diwajibkan bagi WNI yang ingin berwisata ke Taiwan. Maka, kita belum bisa melenggang ke Taiwan sebagaimana kita melenggang memasuki negara-negara sesama anggota ASEAN. Akan tetapi, warga negara Thailand, Malaysia, Singapura, dan Brunei lebih beruntung sebab negara mereka sudah bebas visa ke Taiwan. Bahkan, Filipina sudah menikmati layanan e-visa ke Taiwan. Kondisi inilah yang membuat Bakuy meratapi keloyoan paspor hijau Indonesia.

Sebenarnya, Bakuy maklum sama kebijakan Pemerintah Taiwan yang masih mewajibkan visa bagi turis WNI. Sebab, Taiwan begitu populer sebagai destinasi kerja oleh TKI. Situasi tersebut membuat resiko imigran gelap dari Indonesia menjadi lebih besar apabila bebas visa diterapkan. Mereka tidak ingin bebas visa malah menjadi bumerang bagi mereka di masa depan. Di bawah ini Bakuy mencuplik satu contoh WNI ngeselin yang turut berperan membuat paspor Indonesia menjadi lemah (gambar diambil dari kolom komentar dari blog traveler Culinary and Travel Maniac).

Maka dari itu, JANGAN SEKALIPUN kita mencoba untuk menjadi imigran gelap. Selain membuat hidup kita tak tenang karena dihantui bayang-bayang deportasi, itu juga mencoreng martabat bangsa kita :"(

Kembali ke topik ulasan...

Jadi Bakuy pun mengisi formulir dan melampirkan segala dokumen yang diminta berdasarkan website resmi. Oh iya, dalam pengisian formulir dan pelampiran dokumen, usahakan turuti saja apa yang tertulis di website. Misal kalau dibilang jangan dilipat/disteples ya turuti saja. Karena pada dasarnya konsulat/kedutaan itu institusi yang birokratis. Sehingga ketidaksesuaian sedikit saja akan membuat berkas ditolak, berkas dianggap tidak lengkap, atau bahkan visa ditolak!

Setelah melengkapi dokumen-dokumen yang dibutuhkan, datanglah ke Taiwan Economic and Trade Office (TETO) yang terletak di Gedung Artha Graha yang ada di SCBD (satu gedung dengan Kedutaan Kerajaan Jordania). Waktu pengumpulan berkas adalah jam 8 pagi sampai jam 11.30 dan pengambilan paspor adalah jam 13.30 sampai jam 16.00. Bakuy waktu itu hampir terlambat dan salah lantai pula! Dicatat ya : bagian konsuler (bagian yang bertugas ngurus-ngurus visa, paspor, dsb) itu ada di lantai 12 dan BUKAN 17. Lantai 17 itu kantor kedutaan di mana hanya warga Taiwan dan tamu undangan tertentu yang boleh mengunjunginya. Selengkapnya tentang pengurusan visa Taiwan bisa dilihat di sini.

Note : untuk yang masih kuliah, surat keterangan kerja boleh diganti surat keterangan mahasiswa yang dilegalisir. Bisa minta ke TU atau ke Biro Pendidikan. Tiket pesawat PP dan reservasi hotel walaupun tidak diminta dokumennya tapi kalau tidak salah diminta di formulir online. Waktu itu Bakuy belum membeli maupun mereservasi hotel sedikitpun. Untuk jumlah tabungan, dikira-kira saja dengan lama hari di Taiwan. Bakuy menulis trip selama 7 hari dengan saldo akhir sekitar 10jt dan saldo mengendap sekitar 6jt (saldo terendah sekitar 5jt). Tapi perlu diingat bahwa walaupun Bakuy tidak melampirkan tabungan orang tua, pihak TETO tahu bahwa status Bakuy adalah mahasiswa aktif sehingga ini bisa menjadi konsiderasi mereka dalam memberikan visa (karena mahasiswa hampir tidak mungkin menetap dan menjadi ilegal).

Seperti yang udah Bakuy perkirakan sebelumnya, sekitar 90 persen pengunjung hari itu adalah pelamar visa TKI. Kaunter visa TKI antreannya bener-bener parah sedangkan kaunter visa wisata bener-bener cuman Bakuy seorang wkwkwk. Waktu ngasih berkas ke petugas loket, cici-cici judesnya langsung sewot bilang 'ini fotonya terlalu dekat ini'. Bakuy cuman pura-pura bego aja. Tapi kayaknya cicinya lagi lelah deh. Trus udah H-15 menit sebelum kaunternya tutup kan. Sepertinya dia juga ga mau berlama-lama. Jadi langsung deh dia mengabaikan komentarnya yang tadi dan nyuruh Bakuy bayar biaya visa ke kasir yang bener-bener cuma di kaunter seberang.

Yang jaga kaunter pembayaran ini teteh-teteh Indonesia. Lebih ramah dan langsung minta uang visa (ini bukan matre ya). Biaya visanya waktu itu 650rb. Gila! Bakuy pun saat itu masih berpikir ini kemahalan untuk ukuran Taiwan yang masih random banget di kepala orang Indonesia. Bakuy ga habis pikir bagaimana mereka mau menarik lebih banyak turis dari Indonesia kalau biaya visa-nya aja segini? Bandingin aja sama visa Tiongkok yang pasti di-approve dengan biaya 540rb. Atau visa Jepang yang cuma 330rb (dan bahkan katanya gratis untuk mahasiswa S1). Visa Korea Selatan pun 'cuma' 544rb walaupun dengan syarat yang sedikit lebih nyusahin. Melihat situasi ini, jelaslah alasan kenapa Taiwan belum menjadi destinasi favorit orang Indonesia.

Nah, abis itu kelar deh semua urusan. Nanti mereka akan kasih kita semacam kartu yang dipakai untuk mengambil paspor (paspor ditinggal di TETO karena visa berbentuk stiker). Cicinya juga akan ngasih tau kapan paspornya siap diambil secara live, jadi pasang telinga baik-baik ya. Pakai bahasa Indonesia kok cicinya.

Masa terberat dari proses pembuatan visa adalah masa penantian. Kalau tidak salah waktunya adalah 5 hari kerja, jadi Sabtu dan Minggu tidak dihitung. Bakuy juga waktu itu sempat resah dan linglung. Maksudnya, mikirin 650rb Bakuy yang terlanjur udah keluar. Gila. Visa Taiwan yang belum ada biaya pesawat aja uda seresah ini, apalagi visa Schengen yang harus beli tiket dulu? (Asumsi itu tiket promo yang harus segera dibeli biar ga kehabisan)

Tapi ternyata voila, visa Taiwan Bakuy approved! Waktu itu seneng banget secara itu visa pertama yang nongol di paspor Bakuy. Sampai di transjakarta pun Bakuy sempet-sempetin ngintip visanya takut ilang hehe.

Note : bagi yang belum tau apa itu visa, visa adalah semacam izin yang diberikan perwakilan pemerintah negara lain kepada warga sebuah negara untuk memasuki negara si pemberi visa. Mayoritas visa berbentuk fisik yaitu stiker yang melekat pada satu halaman penuh paspor. Tapi ada juga visa yang harus diprint out secara terpisah, biasanya kalau dia bentuknya e-visa seperti Turki dan Azerbaijan. Namun, ada juga visa yang tak nampak di paspor karena suatu alasan tertentu seperti visa Australia dan Israel.

Tiket

Begitu visa sudah di tangan, sisanya adalah berburu tiket. Lemahnya kalau kita bikin visa dulu baru beli tiket adalah kita harus pasrah pada harga tiket pesawat yang dipasang sebelum periode berlaku visa itu habis. Jadi ya Bakuy ga bisa dapat tiket murah meriah seperti yang Bakuy rasakan waktu ke Rusia bulan September 2017.

Satu-satunya kombinasi tiket PP termurah adalah CGK-KUL-TPE. Lagi-lagi, trik transit di Kuala Lumpur berhasil menciptakan harga terbaik. Itu kena totalnya 1,2jt kalau tidak salah, naik AirAsia. Maka Bakuy pun beli kombinasi tiket itu.

Kemudian, untuk tiket pulang, Bakuy sempat bingung. Sempat memilih TPE-BKI-CGK dapat 1,3jt. Udah hampir fix tuh, tapi pas mau bayar, eh tiba-tiba naik jadi 1,8jt. Ya ogahlah. Bakuy coba TPE-DMK-CGK. Masih ga bagus. Lalu TPE-MNL-CGK. Ini menarik banget, karena Bakuy memang sepengen itu ke Manila. Tapi harganya menginjak 2,4jt dan Bakuy tak sanggup membeli :(

Maka Bakuy menemukan rute paling pas. Rute tersebut adalah TPE-SGN-SIN-CGK, dengan detil TPE-SGN 650rb naik Vietjet Air dan SGN-SIN-CGK sebesar 540rb naik JetStar. Wohooo, langsung deh Bakuy kepincut. Tapi kok rasanya sayang ya uda ke Vietnam tapi ga mampir? Maka Bakuy pun beli tiket JetStar yang tiga hari setelahnya. Puji Tuhan harganya juga masih sekitaran 500rb. Maka lengkaplah kombinasi tiket PP Bakuy.

Taiwan, Bakuy's coming!

Keberangkatan

Waktu ke Taiwan sih Bakuy no drama ya. Cuman sedih aja karena (lagi-lagi) perginya diem-diem tanpa izin sama sekali ke orang tua :" habisnya kalau izin ke orang tua pasti dilarang. Apalagi sejak tragedi di Hong Kong. Maka Bakuy memutuskan untuk diem-diem aja. Tapi sebelum berangkat, Bakuy sempetin nelpon Mama untuk ngobrol panjang lebar. Paling engga kalau di pesawat terjadi apa-apa, Bakuy uda ngobrol ama Mama (duh kok kedengeran kayak mau minggat gitu ya).

Selebihnya sih lancar. Ga perlu lari-lari ke gate, transit di klia2 pun lancar jaya. Tidak ada kisah penting yang perlu diceritakan. Hingga akhirnya Bakuy masuk ke pesawat yang akan membawa Bakuy ke Taipei.

Taksi Untuk Seorang Backpacker?

Waktu itu Taipei Taoyuan International Aiport belum punya akses MRT (sekarang sih sudah ada jadi teman-temankuy bisa naik MRT aja karena lebih cepat dan murah juga). Jadi Bakuy naik Kuo Kuang Bus nomor 1819 menuju Taipei Main Station seharga NTD 125. Ikutin aja petunjuk shuttle bus, nanti ada banyak kaunter bus gitu. Trus tungguin deh di peron bus yang sesuai tujuan kita. Busnya enak kok. Adem dan ada charger port-nya. Nanti bus akan berhenti di Taipei Main Station.

Bakuy udah berkali-kali bilang bahwa Bakuy paling anti naik yang namanya taksi kalau lagi traveling. Cepat sih, tapi dompet juga cepet juga jebolnya. Namun, waktu Bakuy sampai di Taipei malam itu, waktu sudah menunjukkan pukul 11 lebih. Jalan-jalan sudah sepi dan kendaraan publik sudah tak beroperasi. Taipei Main Station pun sudah tutup. Bakuy cuma punya dua opsi : nekat naik taksi atau nekat ngegelandang karena Bakuy gapunya koneksi internet untuk mencari alamat hostel tempat Bakuy menginap.

Dengan diiringi doa, Bakuy pun menyetop taksi yang lewat. Oh iya, Taiwan itu setir kiri jadi terbalik dengan Indonesia. Bakuy tunjukin deh tuh print out reservasi hostel Bakuy ke sopir taksi. Di situ kan ada alamatnya. Dan dia langsung dengan canggihnya menancap gas ngebut ke tujuan.

Ada nilai plus dan minus di sini. Nilai minusnya adalah argo taksi yang cepet banget naiknya :") dan ternyata memang rate malam lebih mahal dibanding rate siang. Nilai plusnya adalah Taipei itu teratur. Terbukti dari si sopir taksi yang dalam sekejap tau di mana lokasi hostel Bakuy. Sampai ke nomor-nomor rumahnya pun teratur. Lalu, si sopir taksi ini jujur. Bakuy lupa waktu itu kena rate berapa, tapi yang jelas ga genap dan Bakuy bermaksud ngasih sisa kembaliannya untuk tip. Tapi si sopir ini menolak dan tetap ngasih kembalian. Waow. Salut deh.

Penginapan di Taipei

Selama di Taiwan, Bakuy cuma menginap di Taipei. Jadi perjalanan ke kota-kota lain cuma one day trip gitu. Nama penginapannya Duck Stay Hostel Taipei. Bakuy pilih hostel ini karena privasi dan sepertinya nyaman. Ternyata sesuai sama harapan Bakuy. Jadi tiap bunk dikasih tirai hitam. Untuk membuka kamar dan brankas diperlukan kartu akses yang akan dikasih resepsionis. Ada dispenser air panas juga, lumayan untuk teman-temankuy yang mau nyeduh mie instan. Toiletnya pun bersih. Tapi tentu saja, tidak seperti toilet-toilet di Asia Tenggara yang ada airnya, di sana modelnya adalah toilet kering (jadi cuma pakai tisu toilet aja, gaada air). Jadi siapkanlah tisu basah kalau mau melakukan 'bisnis besar'.

Sabun, sampo, handuk, dan hair dryer disediakan pihak hostel gratis. Yang ingin mandi tinggal turun ke lantai bawah, nanti ada pintu kayu yang cuma bisa dibuka pakai kartu akses tamu. Di situlah kamar mandinya. Waktu Bakuy mandi sih agak spooky gitu karena cuma sendirian. Jadi Bakuy cepet-cepet mandinya takut ketemu Jiangshi (hantu vampir khas orang Manchu).

Overall, hostelnya nyaman sih. Dekettttt bangett sama Longshan Temple sehingga aksesibilitas tidak perlu dipertanyakan. Cuma 3 menit jalan kaki ke Stasiun MRT Longshan Temple. Tapi, Bakuy kena waiting fee NTD 200 karena check-in telat :( padahal gaada pemberitahuan tentang itu, dan waktu Bakuy telat check-in hostel di Rusia pun gaada masalah. Tapi ini Bakuy malah kena saman kan kesel. Belum apa-apa, NTD 200 uda melayang huffftttt

Jadi saran Bakuy, hostel ini sangat direkomendasikan karena nyaman, privat, komplit, dan transportasi gampang. Tapi, kalau teman-temankuy check-in telat, segera beritahu pihak hostel supaya mereka gapunya alasan untuk ngenain saman. Bisa kontak lewat email kalau teman-temankuy pesan via Traveloka.

Internet di Taiwan

Selama ini, orang awam selalu menganggap kalau di negara-negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan itu WiFi bisa didapat di mana-mana. Ini benar, walaupun penggunaan istilah 'di mana-mana' ini sedikit melebih-lebihkan. WiFi tersedia hanya di tempat-tempat publik seperti stasiun dan taman kota. Untuk turis dari negara-negara yang SIM Card-nya sudah menyatu dengan ponsel seperti Arab Saudi dan Amerika Serikat, layanan WiFi bisa langsung diakses setelah mendaftar secara daring.

Tapi untuk turis dari negara-negara yang SIM Card-nya bisa diganti-ganti seperti Indonesia, harus mendaftar ke Tourism Center yang biasanya ada di stasiun-stasiun MRT yang dekat dengan atraksi wisata. Waktu itu Bakuy daftar di kaunter yang ada di Stasiun Longshan Temple. Nanti kita akan dikasih username dan password yang bisa dipakai selamanya. Oh iya, untuk mendapatkan layanan ini tidak dikenakan biaya tapi harus menunjukkan paspor.

Chiang Kai-Shek Memorial Hall

Bangunan utama Chiang Kai-shek Memorial Hall

Terlepas dari kontroversi atas kediktatoran pemerintahannya, Generalissimo Chiang Kai-Shek masih sangat dihormati di Taiwan. Perannya dalam menyelamatkan Partai Kuomintang dan mempertahankan paham nasionalis walau bagaimanapun telah membuat Republik Tiongkok dapat berdiri sampai hari ini, terlepas dari pengaruh komunis. Maka, mengunjungi CKS Memorial Hall merupakan sesuatu yang wajib karena merupakan ciri khas Taiwan.

Balai Peringatan ini selesai dibangun pada 5 April 1980, tepat 5 tahun setelah meninggalnya sang jendral. Bentuknya merupakan sebuah lapangan luas dengan bangunan besar berwarna putih dan hitam di bagian tengahnya. Selain banyak dikunjungi turis, halaman CKS Memorial Hall yang luas ini juga sering dipakai warga Taipei untuk beraktivitas seperti olahraga dan berlatih pentas seni. Di halamannya terdapat mesin penjual minuman yang bisa dibeli dengan uang tunai seperti halnya membeli tiket KRL Jabodetabek.

Untuk memasuki bangunan CKS Memorial Hall tidak dikenakan biaya apapun. Isinya yang paling hits antara lain patung Jendral Chiang yang tengah duduk didampingi dua bendera Republik Tiongkok serta dua tentara yang menjaganya. Berdasarkan tripadvisor, pergantian penjaga akan dilakukan setiap jam mulai pukul 9 pagi hingga jam 5 sore. Bakuy belum membuktikan ini karena ketika Bakuy datang, Bakuy tidak kebagian atraksi pergantian penjaga.

Setelah puas berfoto ria dengan patung Jendral Chiang, maka atraksi selanjutnya adalah museum. Di museum ini terdapat banyak sekali barang-barang peninggalan Jendral Chiang seperti suvenir dari pemimpin negara lain, lukisan, barang-barang pribadi, hingga dekorasi-dekorasi kemiliteran. Ada juga foto-foto kenangan Jendral Chiang bersama para pemimpin dunia seperti Raja Faisal dari Arab Saudi dan Raja Hussein dari Jordania (mungkin ini yang menyebabkan kedutaan Jordania deketan sama TETO di Jakarta, ya? Wakakakak). Dinding museum juga dipenuhi kata-kata mutiara dari Jendral Chiang beserta catatan-catatan sejarah Tiongkok dari sudut pandang kaum nasionalis.

Pintu gerbang Chiang Kai-shek Memorial Hall

Note : rute terbaik menuju CKS Memorial Hall adalah dengan mengikuti MRT Tamsui-Xinyi Line atau Songshan-Xindian Line lalu turun di Stasiun Chiang Kai-Shek Memorial Hall.

Sun Yat-Sen Memorial Hall

Atraksi pergantian prajurit di Sun Yat-sen Memorial Hall

Kendati pihak nasionalis dan komunis hampir selalu berseberangan di segala isu, mereka sama-sama menghormati Dr. Sun Yat-Sen, yang mereka anggap sebagai bapak pendiri Tiongkok modern dan pembebas Tiongkok dari ketidakbecusan Dinasti Qing. Popularitas Dr Sun di kalangan orang Tionghoa terbukti dari banyaknya bangunan yang didirikan orang etnis Tionghoa dengan menggunakan nama Dr Sun, misalnya di Guangzhou, Taipei, Hong Kong, Penang, dan Singapura.

Di Taipei, Sun Yat-Sen Memorial Hall merupakan destinasi wajib kedua setelah CKS Memorial Hall. Sama seperti di CKS Memorial Hall, di SYS Memorial Hall ini terdapat patung Dr Sun yang sedang duduk dan tersenyum, ditemani oleh dekorasi bendera Republik Tiongkok di sekitarnya, serta tentara yang menjaga seperti di CKS Memorial Hall. Beruntungnya, kali ini Bakuy kedapatan sesi pergantian penjaga. Jadi Bakuy bisa melihat atraksi yang gagah itu, yang memang hanya dimiliki negara-negara dengan latar belakang militer yang kuat.

Di SYS Memorial Hall, lagi-lagi wisata museum yang menjadi andalannya. Di sini terdapat banyak sekali catatan sejarah perjuangan Dr Sun dari sudut pandang kaum nasionalis. Berdasarkan pengamatan Bakuy, mereka banyak sekali menyebutkan tentang Sanmin Zhuyi atau Three Principles of the People (filosofi politik yang dicetuskan Dr Sun) dan berkali-kali menekankan bahwa hanya Taiwan yang sesuai dengan filosofi tersebut. Ini jelas sekali nih menyindir Tiongkok daratan hahaha.

Sebagian besar barang yang ada di museum ini merupakan replika. Sebab, barang yang asli tersimpan di Tiongkok daratan dan tidak bisa dibawa ke Taiwan ketika Kuomintang melarikan diri. Jadi, bagi teman-temankuy yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang Dr Sun, bisa mengunjungi Sun Yat-Sen Memorial Hall di Guangzhou dan juga Dr Sun Yat-Sen Mausoleum di Nanjing, Tiongkok.

Note : tidak ada biaya apapun untuk mengunjungi SYS Memorial Hall. Untuk mengunjungi SYS Memorial Hall, rute terbaik adalah dengan menaiki MRT Bannan Line dan turun di Stasiun Sun Yat-Sen Memorial Hall.

National Palace Museum

Tampak depan National Palace Museum

Ketika pihak nasionalis mulai terdesak, Jendral Chiang mulai memerintahkan untuk mengambil benda-benda bersejarah dari Forbidden City di Beijing dan membawanya ke Taipei. Tujuannya adalah untuk melindungi kemurnian sejarah peradaban Tiongkok dari kebrutalan komunis. Walaupun tak semua properti berhasil dibawa, tetapi yang tersimpan di Taiwan saat ini merupakan koleksi terbaik dari yang tersisa di dunia.

Jadi, National Palace Museum ini menyimpan barang-barang peninggalan dari Tiongkok kuno hingga era para dinasti. Isinya meliputi keramik, patung-patung, lukisan, kaligrafi, hingga perkakas dapur, barang-barang spiritual, dan pakaian-pakaian tradisional. Museum ini sangat besar, terdiri dari 4 lantai, dan koleksinya pun komprehensif. Tiket masuknya seharga NTD 250, dengan persewaan audio guide seharga NTD 200 (paspor dijaminkan). Apabila teman-temankuy sangat penasaran akan sejarah peradaban Tiongkok, audio guide sangat disarankan karena tak semua koleksi mempunyai deskripsi tertulis.

Walaupun mempunyai artefak-artefak sejarah yang impresif, entah kenapa, Bakuy malah mengantuk dan lelah. Mungkin karena Bakuy memilih jalan kaki 3,3 kilo dari Stasiun Dazhi ke National Palace Museum. Tapi pada dasarnya Bakuy memang bosan. Bakuy sepertinya memang kurang menyukai artefak-artefak Tiongkok karena inti isinya adalah keramik dan benda-benda mati wkwkwk. Berbeda dengan museum-museum perang di Rusia yang membuat semangat jadi berkobar, di National Palace Museum yang ada cuma kemewahan dan seni-seni klasik. Jadi, meskipun ini merupakan must visit place kalau bepergian ke Taiwan, dan merupakan museum paling banyak dikunjungi keenam di dunia, Bakuy sih merasa ini biasa aja...

Pemandangan terunik adalah adanya demonstrasi aktivis di depan pintu masuk National Palace Museum yang menyerang pemerintah komunis Tiongkok. Mereka membawa pamflet, foto-foto, serta buku yang isinya kekerasan dan kediktatoran Pemerintah Tiongkok. Mungkin maksudnya untuk menghasut turis-turis Tiongkok yang memang banyak datang ke sini, ya?

Note : Bakuy kurang tau bagaimana rute termudah menuju ke National Palace Museum mengingat Bakuy waktu itu jalan kaki untuk merasakan lebih dekat kehidupan warga Taiwan yang memang suka berjalan kaki. Tapi, berdasarkan situs web resminya, teman-temankuy bisa turun di Stasiun MRT Shilin lalu naik bus R30 (Red 30, low-floor bus) ke museum ini. Atau bisa juga turun dari Stasiun Dazhi lalu naik bus B13 (Brown 13) menuju museum ini. Selain itu, bisa juga turun di Stasiun Jiannan dan naik bus B20 (Brown 20) dan turun di pintu masuk National Palace Museum. Ongkosnya NTD 15 per section, entah apa yang disebut dengan section karena Bakuy belum pernah naik bus di Taiwan.

National Taiwan Museum dan 228 Peace Memorial Park

Kedua tempat ini sengaja Bakuy rangkum jadi satu karena letaknya berdekatan, jadi kalau sudah mengunjungi yang satu ya pasti harus mengunjungi yang satunya lagi. Sebenarnya ini cuma taman biasa yang dihiasi beberapa pagoda, monumen, serta kolam dan patung. Taman ini dibangun sebagai penghormatan atas mereka yang gugur dalam protes tanggal 28 Februari 1947 karena menentang kesemena-menaan pemerintahan nasionalis di Taiwan. Tidak banyak yang bisa dilakukan di sini. Cuma sekadar istirahat dan berfoto-foto.

Tepat di sebelah 228 Peace Memorial Park, terdapat National Taiwan Museum. Itu bukan museum yang besar. Bahkan relatif kecil untuk dibilang museum nasional. Tiket masuknya kalau tidak salah NTD 100 dan tas serta barang-barang pribadi harus dititipkan di brankas khusus. Koleksi museum ini antara lain potret kehidupan masyarakat Taiwan di masa lalu terutama suku-suku aborigin dan etnis Tionghoa sekitaran tahun 1930-1980. Terdapat banyak barang bersejarah seperti sepeda dan perahu aborigin.

Sekadar informasi, berdasarkan salah satu teori migrasi, suku aborigin di Taiwan inilah nantinya yang akan menjadi nenek moyang bangsa Melayu. Banyak dari mereka yang merantau ke nusantara lalu menetap di sana.

Untuk sekadar istirahat dan melihat-lihat, museum ini layak untuk dikunjungi. Tapi apabila teman-temankuy tak punya banyak waktu dan budget terbatas, museum ini bisa dilewatkan tanpa penyesalan berarti.

Note : Untuk mencapai 228 Peace Memorial Park hanya perlu naik MRT rute Tamsui-Xinyi Line, turun di Stasiun NTU Hospital.

Taipei Zoo

"Yang sabar ya Pi, hidup memang berat" >> "Iya, makasih ya, Mi."

Mungkin teman-temankuy bertanya untuk apa Bakuy pergi ke Taiwan kalau ujung-ujungnya cuma untuk berkunjung ke kebun binatang? Jawabannya sederhana : karena Bakuy suka kebun binatang haha. Rasanya kalau pergi ke kebun binatang itu Bakuy seperti kembali menjadi anak-anak. Lagipula, Taipei Zoo ini merupakan salah satu kebun binatang terbaik dan terlengkap di Asia. Sudah sejak lama Bakuy ingin melihat panda, beruang kutub, dan serigala siberia, jadi tak ada salahnya mengunjungi kebun binatang ini.

Taipei Zoo terletak cukup jauh dari pusat kota Taipei. Lokasinya yang berada di pinggiran kota membuat pemandangan sekitar masih hijau dan binatang pun tidak stres mendengar bunyi klakson. Teman-temankuy hanya perlu naik MRT rute Wenhu Line dan turun di stasiun akhir, Taipei Zoo. Di sana, teman-temankuy bisa melanjutkan atraksi yaitu menaiki Maokong Gondola dengan harga tiket seperti yang ada di website ini. Bakuy sih engga naik. Selain karena tidak mau keluar uang, Bakuy juga tak ingin naik gondola sendirian karena terlalu menyedihkan.

Panda pertama yang Bakuy lihat seumur hidup

Untuk masuk ke Taipei Zoo dikenakan tarif cukup murah, cuma NTD 60 per orang. Kebun binatang buka dari jam 9 pagi sampai 5 sore dan buka setiap hari KECUALI saat malam Tahun Baru Imlek.

Note : Berbeda dengan Indonesia, Taiwan termasuk negara yang pelit memberikan hari libur nasional bagi warga negaranya.

Shilin Night Market

Salah satu sudut kota Taipei yang selalu riuh rendah

Taipei terkenal sebagai kota pasar malam. Dunia komersil negara ini seolah-olah baru bergairah pada malam hari. Untuk mencapai Shilin Night Market, rute terdekat adalah dengan naik MRT rute Tamsui-Xinyi Line lalu turun di Stasiun Jiantan. Ingat ya, Stasiun Jiantan dan BUKAN Stasiun Shilin karena teman-temankuy akan berjalan terlalu jauh kalau dari Stasiun Shilin. Kalau dari Stasiun Jiantan, teman-temankuy hanya tinggal menyeberang dan sampailah ke Shilin Night Market. Di situ juga ada banyak taksi yang mangkal menawarkan jasa antar ke Gunung Yangming (Yangmingshan).

Shilin ini lengkap. Mulai dari suvenir seperti kaos, magnet, boneka, gantungan kunci, hingga street food tersedia di sini. Favorit Bakuy sudah jelas adalah cumi bakar karena Bakuy memang doyan banget sama cumi bakar. Ada penjual yang enak banget cumi bakarnya. Harganya kalau ngga salah NTD 120. Selain itu, ada juga susu goreng. Itu juga enak sangat. Ayi (panggilan 'bibi' untuk orang Tionghoa) yang jual juga ramah banget. Harganya cuma NTD 50. Wajib banget coba!

Kalau teman-temankuy eksplor lebih dalam, akan menemukan makanan dan minuman yang tak kalah menarik. Ada limun peras yang segarnya waduh parah SEGER BANGET dan harganya murah cuma NTD 40 untuk satu gelas ukuran besar. Bakuy bahkan rela datang di suatu malam yang dingin cuma buat beli cumi bakar dan limun peras ini mantap aduhai endolita punya deh!

Trus di sini juga ada suvenir-suvenir khas Taiwan seperti magnet dan kaos. Bakuy beli magnet yang bentuknya negara Taiwan serta magnet bendera Taiwan juga Bakuy beli. Mereka juga jual kaos berdesain bendera Taiwan. Tapi harganya mahal. Kalau tidak salah NTD 500 karena bahannya bagus. Akan tetapi teman-temankuy harus hati-hati karena teman-temankuy tidak boleh membawa kaos tersebut saat traveling ke Tiongkok. Kalau kaos-kaos yang lain sih paling kisaran NTD 150 sampai NTD 200.

Maaf fotonya buram soalnya orang-orang Taiwan kalo jalan cepat-cepat jadi kudu agak buru-buru fotonya

Sisanya teman-temankuy bisa lihat-lihat sendiri. Hati-hati kalap karena di sana memang merupakan sentra oleh-oleh. Usahakan belanja oleh-oleh di hari terakhir sahaja, ketimbang kehabisan budget dan malah bokek.

Ximending Street

Sama seperti Shilin, Ximending ini juga adalah pusat perbelanjaan yang populer. Bedanya, kalau Shilin itu lebih ke low-cost, Ximending ini lebih ke high-end. Jadi produk-produknya pun lebih beragam dan toko-tokonya juga lebih fancy, lengkap dengan mal besar serta musik-musik yang memekakkan telinga. Orang-orang menyebut Ximending ini sebagai Shibuya-nya Taiwan, dan memang terlihat demikian.

Namun, bagi Bakuy, Shilin lebih bagus ketimbang Ximending. Engga tau kenapa, tapi rasanya para pedagang di Shilin itu lebih ramah dan sederhana. Beda dengan pedagang di Ximending yang walaupun ramah tapi kelihatan jelas bahwa mereka hanya bersandiwara (ceilah). Sederhananya, barang-barang di Shilin itu lebih murah daripada di Ximending. Trus kalau di Ximending itu kena pajak gitu NTD 200 setiapkali belanja di toko. Bakuy langsung kapok deh beli di Ximending. Cuma sekali beli, terus foto-foto, udah. Ternyata memang hati Bakuy sudah dicuri oleh Shilin.

Note : Untuk mencapai Ximending, tinggal naik MRT rute Bannan Line atau Songshan-Xindian Line dan turun di Stasiun Ximen.

Longshan Temple

Longshan Temple kala senja

Longshan Temple merupakan salah satu kuil Buddha paling hits dan paling tua di seantero Taipei. Dibangun oleh orang-orang Fujian tahun 1783 untuk menghormati Dewi Guanyin, kuil ini berfungsi sebagai tempat berkumpul dan beribadah umat Buddha. Selain dipenuhi patung Buddha, kuil ini juga dipenuhi patung dewa-dewi mitologi Tionghoa seperti Guan Yu dan Mazu.

Dalam sejarahnya, kuil ini sudah berkali-kali rusak akibat gempa bumi, kebakaran, dan bom, namun orang-orang Tionghoa selalu membangun dan merenovasinya kembali. Kerusakan terakhir adalah ketika Perang Dunia II, yaitu saat tentara Amerika Serikat mengebom kuil tersebut karena menduga tentara Jepang menyembunyikan persenjataan di sana.

Setiap sore hari pukul 5 (entah saat weekend atau hari biasa juga demikian), akan ada pertunjukan air mancur di taman seberang kuil ini. Turis diperbolehkan untuk masuk tanpa biaya tapi diharapkan untuk menunjukkan sikap hormat dalam bentuk pakaian, tutur kata, dan perbuatan. Turis juga diizinkan mengambil gambar selama tidak mengganggu prosesi ibadah.

Note : Longshan Temple sangat dekat dengan Duck Stay Hostel. Hanya kurang dari 5 menit jalan kaki dari hostel dan Stasiun MRT Longshan Temple.

Taipei 101 dan Bukit Gajah (Xiangshan)

Dulu, Taipei 101 merupakan gedung tertinggi di dunia yang dipakai orang Taiwan untuk menyombongkan diri kepada orang Tiongkok. Taipei 101 memperoleh predikat sebagai gedung tertinggi di dunia hingga Burj Khalifa selesai dibangun pada tahun 2010. Taipei 101 merupakan simbol kemakmuran dan kemajuan Taiwan. Namun, kini, gedung pencakar langit tersebut tak lebih dari perkantoran biasa dan tempat wisata. Salah satu rekor paling prestisius yang pernah dipegang gedung ini, yakni lift tercepat di dunia (melewati 60 km hanya dalam 37 detik) direbut oleh Shanghai Tower di Tiongkok pada tahun 2016.

Untuk menaiki lift Taipei 101 dan sampai di puncak, kita harus merogoh kocek sebesar NTD 600. Bagi Bakuy, itu terlalu mahal. Maka Bakuy mencari opsi lain. Lagipula, keindahan suatu gedung ya terletak pada gedung itu sendiri. Apabila kita naik ke gedungnya, jadi engga kelihatan dong pesona Taipei 101-nya? Paling nanti yang kelihatan cuma lampu-lampu doang dari atas.

Taipei 101 dilihat dari Xiangshan

Maka, Bakuy mencari alternatif lain, yaitu dengan trekking Bukit Gajah atau Xiangshan. Cukup dengan naik MRT rute Tamsui-Xinyi Line, turun di Stasiun Xiangshan lalu ikuti petunjuk jalan. Di sinilah Bakuy menyadari kalau trekking itu engga mudah. Sumpah tangganya itu banyak dan tinggi banget sampai Bakuy harus istirahat beberapa kali untuk menarik napas. Selain lebih murah, trik ini juga sekaligus menuntut Bakuy untuk berolahraga. Juga merasakan suasana pemukiman orang Taiwan karena di sekitar situ terdapat rumah-rumah warga yang masih tradisional. Banyak semak dan pohon di mana-mana, pokoknya asri deh.

Alhasil karena uda mual dan ga kuat, Bakuy memutuskan untuk berhenti. Jadi Bakuy engga naik sampai puncak karena uda kecapekan wkwkwk. Lagipula Bakuy uda dapet gambar Taipei 101 yang lumayan fancy kok. Mission accomplished!

Note : Pergilah ke Xiangshan saat malam karena pemandangan lampu kota membuatnya tampak jauh lebih indah. Di samping itu, udaranya lebih sejuk dan tidak membuat kita keringatan terlalu parah. Jangan takut sepi karena banyak juga turis yang trekking malam hari sekitar pukul 7 sampai 8 malam.

Lin's Family Mansion and Garden

Lin's Family Mansion and Garden

Lin's Family Mansion and Garden terletak di Distrik Banqiao di New Taipei City, sehingga sedikit jauh dari Taipei. Mansion ini dibangun oleh keluarga elite Lin Ben Yuan tahun 1851, dan merupakan situs bersejarah di Taiwan karena merupakan salah satu mansion berarsitektur tradisional milik keluarga Tionghoa yang berhasil dilestarikan. Ketika Taiwan berada pada masa transisi, kegaduhan kerapkali terjadi dan mansion-mansion keluarga elite merupakan target empuk untuk dirusak. Sehingga, terjaganya mansion keluarga Lin adalah sesuatu yang patut diapresiasi dan dipertahankan.

Orang-orang Tionghoa mempunyai kebiasaan untuk membangun mansion khusus untuk menyambut tamu-tamu terhormat, biasanya terkait bisnis. Mereka membuat rumah berarsitektur tradisional lengkap dengan kolam dan pepohonan rindang. Ketika Bakuy memasuki mansion ini, Bakuy seperti berada di tempat syuting serial animasi Avatar the Legend of Aang, sebab arsitekturnya memang sangat mirip dengan rumah-rumah yang ada di serial tersebut.

Mansion ini, menurut Bakuy, sangat layak untuk dikunjungi meskipun bukan termasuk daftar pencarian teratas destinasi wisata Taiwan. Kekentalan budaya Tionghoa bisa sangat dirasakan hanya dengan duduk dan menikmati suasana mansion ini, seolah-olah membawa kita kembali ke abad ke-19.

Untuk mencapai mansion ini, teman-temankuy perlu naik MRT rute Bannan Line dan turun di Stasiun Banqiao, lalu (kalau Bakuy) jalan kaki menikmati daerah suburban New Taipei City sejauh 1,2 kilo menuju mansion ini.

Tidak dikenakan biaya apapun untuk memasuki Lin's Family Mansion and Garden.

Note : Lin's Family Mansion and Garden, bersama dengan Tainan Wu Garden, Hsinchu Beiguo Garden, dan Wufeng Lin Family Mansion and Garden termasuk dalam Four Great Gardens of Taiwan, sehingga mengunjungi mansion ini bisa dibilang wajib.

Alishan

Kalau sudah berkunjung ke Taiwan, sangatlah merugi apabila hanya berkunjung ke Taipei sahaja. Sebab, terdapat dua primadona wisata yang terletak di luar Taipei yakni Alishan dan Taroko Gorge National Park. Akan tetapi, Bakuy telah gagal mencapai Alishan akibat keterbatasan sumber daya dana dan pengetahuan.

Untuk mencapai Alishan, turis harus melalui rute yang tidak mudah. Pertama, turis harus pergi ke Chiayi, kota di pantai barat Taiwan. Ada beberapa opsi menuju Chiayi, tapi tentu saja Bakuy memilih naik bus karena murah. Lama perjalanan adalah sekitar 3 atau 4 jam, pokoknya Bakuy berangkat pukul 6 pagi dan sampai Chiayi sekitar pukul 11 siang. Dari Chiayi, opsi terbaik bagi turis adalah dengan menaiki kereta hutan yang dulunya dipakai Pemerintah Kolonial Jepang untuk mengangkut kayu dari gunung. Namun, ternyata oh ternyata, akibat simpang siur informasi di internet, Bakuy melewatkan jadwal keberangkatan kereta tersebut. Maka berakhirlah mimpi Bakuy untuk menikmati sejuknya udara Alishan :(

Saran Bakuy, apabila teman-temankuy ingin mengunjungi Alishan, alokasikanlah waktu untuk menginap di Alishan paling tidak satu malam. Ini untuk mencegah ketololan seperti yang Bakuy lakukan. Atau, setidaknya, alokasikan waktu satu malam untuk menginap di Chiayi supaya teman-temankuy bisa menikmati matahari terbit di Alishan.

Note : beli tiket bus menuju Chiayi di Taipei Main Station. Nanti ada petunjuknya gitu menuju ke Central Bus Station (di Taiwan, mereka nyebutnya Bus Station dan bukan Bus Terminal maupun Bus Halt). Di situ nanti berjajar kaunter jasa bus ke berbagai kota. Untuk harganya, maaf Bakuy benar-benar sudah sangat lupa :"

Kota Chiayi

Sebetulnya, Chiayi ini bukan kota wisata internasional. Mayoritas turis yang datang adalah turis lokal, atau kalaupun dari luar negeri paling-paling dari Tiongkok. Karena Bakuy sudah terlanjur tiba di Chiayi, maka sayang kalau Bakuy langsung pulang ke Taipei. Jadi Bakuy memutuskan untuk eksplor kota kecil tersebut, dengan berjalan kaki. Lumayan gempor sih, tapi Chiayi adalah kota yang sejuk dan banyak tempat istirahatnya seperti taman-taman (sesuai dengan gelar kota ini yang identik dengan kota hutan). Sehingga rasa lelah cepat hilang.

Chiayi City Museum

Bakuy pertama mengunjung Song of the Forest atau bahasa Mandarin-nya Senlin Zhige. Itu taman biasa btw. Yang menarik cuma bangunan berdesain unik di tengahnya yang menjalar seperti akar pohon, dan terbuat dari kayu sehingga tampak seperti rumah pohon yang ada di film-film fantasi.

Kemudian Bakuy mengunjungi Chiayi City Museum. Sebagai kota transit pengolahan kayu pada masa penjajahan Jepang, Chiayi punya banyak kereta hutan yang salah satunya kini masih dipakai mengantar turis ke Alishan. Selain itu, museum ini juga memuat informasi mengenai geologi Taiwan serta sejarah pengrajin produk seni seperti anyaman, cetakan, dan ukiran yang dulu pernah berjaya di kota ini.

Terakhir, Bakuy mengunjungi Hinoki Village, sebuah desa wisata yang terletak di Distrik Timur, Chiayi. Dulunya ini merupakan kantor dan pemukiman resmi pejabat Jepang yang mengurus industri perhutanan Taiwan. Karena merupakan pemukiman orang-orang Jepang, otomatis pemukiman di sini pun berarsitektur Jepang. Kurang lebih suasananya mirip seperti suasana di sekitar rumah Nobita dan Doraemon (ini beneran) walaupun dengan skala yang lebih kecil dan terbatas.

Selebihnya tidak ada yang menarik dari Chiayi. Kendati demikian, harga-harga barang di Chiayi tak bisa dipungkiri lebih murah ketimbang di Taipei. Selain itu, pengalaman merasakan kota kecil Taiwan juga menjadi pengalaman indah tersendiri. Kurang lebih seperti merasakan lingkungan tempat tinggal Mitsuha di film Kimi No Na Wa.

Taroko Gorge National Park

Kalau bicara tentang wisata alam, Taroko Gorge ini merupakan primadona di Taiwan. Nama Taroko diambil dari bahasa suku pribumi yang berarti 'manusia', merupakan sebuah bentang alam meliputi sungai berbatu dan perbukitan berlembah luar biasa indah. Sungai yang mengalir adalah Sungai Liwu, dan para turis akan melakukan trekking mengikuti aliran sungai sambil menikmati pemandangan yang memukau. Di Taroko ini pula terdapat kuil Mata Air Abadi yang sangat megah dan cantik. Warnanya sangat kontras dengan pemandangan sekitar yang hijau dan abu-abu karena bebatuan.

Keindahan Taroko Gorge sangat sulit untuk Bakuy jelaskan saking cantiknya tapi sayangnya, Bakuy tak memiliki dokumentasi tersisa karena kesalahan teknis yang memalukan :( Akan tetapi, Bakuy sangat merekomendasikan teman-teman untuk mengunjungi Taroko. Di sini Bakuy lampirkan gambar dari sumber eksternal Island Life Taiwan.

Untuk mencapai Taroko, teman-temankuy harus naik kereta dari Taipei Main Station ke Hualien. Terdapat kereta yang mencapai Hualien pukul 9 sampai dengan 10 sehingga teman-temankuy harus berangkat pagi dari Taipei apabila hanya ingin one-day trip sahaja ke Taroko. Jadwal kereta Taiwan bisa dilihat melalui situs ini. Setelah tiba di Stasiun Hualien, belilah tiket bus one-day pass seharga NTD 250. Dengan tiket ini, teman-temankuy bisa bebas naik dan turun bus di sepanjang area Taroko (pemberhentian bus terakhir adalah Tianxiang). Jadi teman-temankuy turun, lalu berfoto dan jalan-jalan sebentar, kembali lagi ke halte bus tempat teman-temankuy turun tadi, dan naik bus lagi untuk pemberhentian selanjutnya. Perlu diingat bahwa matahari tenggelam sedikit lebih cepat di Taroko (kurang lebih sekitar pukul 5 sore) sehingga usahakan sebelum itu teman-temankuy sudah turun dari Taroko.

Note : Tidak ada tarif lagi untuk masuk ke Taroko selain tarif one-day pass bus sebesar NTD 250 tadi. Bagian paling seru dari menjelajahi Taroko salah satunya adalah saat bus melewati terowongan yang membelah gunung. Namun, perlu diingat bahwa beberapa bagian Taroko bisa tutup kapan saja tanpa pemberitahuan dengan alasan keamanan.

Mata Uang dan Biaya Hidup

Mata uang Taiwan adalah New Taiwan Dollar (NTD), tapi mereka nyebutnya yuan. Sama seperti kebiasaan orang Tiongkok. Jadi mereka gaakan nyebut 100 dolar tapi 100 yuan.

Kalau biaya hidup sih menurut Bakuy mahal ya hehe apalagi kalau sudah terbiasa hidup murah di Indonesia. Rasanya semua begitu mahal di Taiwan, terutama di Taipei. Untuk teman-temankuy yang ingin menghemat, bisa membeli makanan murah meriah di 7-Eleven yang tersebar di mana-mana di seluruh Taiwan. Atau teman-temankuy bisa beli junkfood seperti KFC atau McDonald's walaupun menurut Bakuy sih jatuhnya sama mahalnya harganya.

Kalau menurut Bakuy, cara menekan budget makan adalah dengan makan sushi. Di sana ada yang namanya Sushi Takeout. Jadi dia semacam toko sushi yang menjual sushi bentoan gitu. Harganya murah-murah, ada yang udah dipaketin dalam bento, ada juga yang bisa pilih satuan. Kalau makan ini, paling mahal abis NTD 120, beda dengan makan di Yoshinoya yang bisa hampir NTD 180 atau di McDonald's yang kurang lebih juga segitu. Hanya saja, gerai Sushi Takeout ini tidak tersedia di semua stasiun. Waktu itu Bakuy makan di Stasiun Zhongshan atau Shuanglian gitu Bakuy lupa banget. Pokoknya di antara dua itu.

Transportasi

Berkat kemajuan Taiwan, transportasi bukanlah masalah saat kita mengeksplor negara tersebut. Semua tersedia lengkap dengan peta dan mudah. Harga juga terjangkau walaupun untuk ukuran orang Indonesia sebetulnya itu mahal banget. Misalnya, di Taipei, rata-rata sekali perjalanan menggunakan MRT adalah NTD 40. Kalau dikonversi ke rupiah, nilainya jadi 18rb rupiah sekali jalan. Kan lama-lama bangkrut :( padahal kalau di Jakarta KRL aja ga lebih10rb uda nyampe mana-mana wkwkwkwk

Selain MRT, bus juga tersedia banyak di Taipei. Bayarnya bisa pakai Easy Card yang nanti akan Bakuy jelasin di segmen selanjutnya. Tapi Bakuy engga berani nyobain bus karena takut banget nyasar hehe. Jadi Bakuy sih lebih prefer jalan kaki. Kan bisa sekalian potret-potret kalau ada objek yang bagus. Dan engga perlu takut nyasar karena kalau salah jalan ya tinggal balik aja wkwkwk. Paling resikonya cuma capek. Namun, mengingat kondisi trotoar di Taiwan yang bagus dan pejalan kaki yang SANGAT DIHORMATI, Bakuy sih menikmati ae jalan kaki. Banyak kok yang jalan kaki. Waktu itu pas adem juga kan bulan Januari.

Note : untuk perjalanan luar kota, teman-temankuy bisa naik bus, kereta, maupun kereta cepat (HSR). Tapi harus diingat bahwa HSR harganya lebih mahal dan hanya tersedia untuk jalur pantai timur Taiwan sahaja.

Pembayaran

Bakuy sangat merekomendasikan untuk beli yang namanya Easy Card. Easy Card ini semacam e-money gitu kalau di Indonesia tapi lebih terintegrasi dan desainnya juga lucu-lucu. Bisa diisi ulang di mana aja, di stasiun dan 7-Eleven juga bisa. Terus kalau bayar pakai Easy Card ini juga dapat potongan harga di setiap transaksi kalau engga salah 10 persen. Kan lumayan.

Untuk mendapatkan Easy Card, teman-temankuy bisa beli di gerai 7-Eleven yang menjamur di mana-mana. Desain bisa dipilih tergantung ketersediaan. Harganya NTD 100, di mana seluruhnya itu merupakan deposit. Teman-temankuy harus mengisi dulu Easy Card ini sebelum dipakai. Nilai minimum di dalam kartu adalah NTD 60, dan misal teman-temankuy udah terlanjur naik MRT trus ternyata nilainya kurang, kekurangan itu akan dikurangin dari deposit. Kalau udah begini, Easy Card harus diisi dulu sebelum bisa dipakai kembali. Kalau sudah mau pulang, tinggal refund di kaunter Easy Card yang ada di hampir semua stasiun. Gampang, kan?

Bahasa

Mayoritas orang Taiwan tidak bisa berbahasa Inggris kecuali yang profesinya menuntut kemampuan tersebut misalnya petugas bandara dan petugas tourist information center. Mengingat Bakuy bisa sedikit-sedikit berbahasa Mandarin, ini tidak terlalu masalah meskipun Bakuy juga kadang masih engga mengerti kalau mereka ngomongnya terlalu cepat. Tapi sekali lagi, bahasa Tarzan itu universal kok :)

Di Taipei, hampir semua nama jalan dan papan-papan informasi lainnya tersedia dalam aksara Mandarin Tradisional dan aksara Latin. Namun, di kota kecil seperti Chiayi dan Hualien ini mungkin sedikit berbeda.

Note : orang Taiwan kerap menggunakan kosakata yang lama, yang Bakuy bahkan mengira kosakata itu sudah engga pernah dipakai. Misal, ketika orang-orang Tionghoa umumnya akan menggunakan kata 'laji' untuk menyebut sampah, orang Taiwan malah menggunakan kata 'lese'. Sedikit banyak ini cukup membingungkan. Kurang lebih padanannya dalam bahasa Indonesia mungkin seperti 'pulpen' dan 'bolpoin'.

Iklim

Akibat tragedi Hong Kong, Bakuy jadi paranoid sebelum ke Taiwan. Bahkan, Bakuy sudah mempersiapkan jaket tebal yang Bakuy beli di Mal Ambassador. Jaket yang sama seperti yang Bakuy pakai waktu trip ke Rusia bulan September 2017. Tapi ternyata, Taiwan itu sejuk. Kurang lebih sama seperti udara di Puncak. Padahal itu awal bulan Januari, tapi Bakuy yang tipikal manusia tropis ini sama sekali tidak menggigil. Bakuy bahkan kuat engga pakai jaket. Tapi Taiwan ini termasuk negara yang sering dilanda topan dan gempa bumi. Jadi teman-temankuy harus rajin mengecek AccuWeather supaya tidak menyesal karena cuaca yang ekstrem.

Menuju Airport

Sekarang jalur MRT sudah ada yang menuju Taipei Taoyuan International Airport. Harganya juga relatif murah, hanya NTD 160 dari Taipei Main Station. Tapi, waktu itu MRT ke airport belum jadi. Sehingga Bakuy harus naik bus Kuo Kuang 1819 seharga NTD 125 dari halaman depan Taipei Main Station, persis di mana Bakuy turun waktu pertama kali nyampe ke Taipei.

Kesimpulan

Itulah trip perjalanan Bakuy ke Taiwan. Cukup panjang, ya? Karena Bakuy menghabiskan seminggu penuh di Taiwan sebelum melanjutkan trip ke Vietnam : Tanah Para Veteran. Kalau disuruh menarik kesimpulan dari perjalanan Bakuy, mungkin kurang lebih begini :

1. Taiwan merupakan bukti bahwa sebuah negara yang dikucilkan dari pergaulan internasional mampu bangkit dan memperoleh kemakmuran. Berbeda dengan Jepang dan Korea Selatan yang perekonomiannya didorong oleh korporasi raksasa, perekonomian Taiwan didukung oleh kewirausahaan masyarakatnya.

2. Taiwan jauh di luar bayangan Chiang Kai-Shek. Ironisnya, secara politik, Tiongkok daratan saat ini merupakan perwujudan ideal dari Tiongkok yang diharapkan Chiang, bukan Mao. Sehingga kolumnis Forbes, Russell Flannery, berani mendeskripsikan bahwa hantu Chiang tengah berkeliling dengan bahagia di daratan Tiongkok hari ini, sedangkan hantu Mao tersingkir ke pedesaan, terlupakan.

3. Taipei tidak sebersih yang dilegendakan orang-orang. Walaupun harus diakui Taipei jauh, jauh, jauuuuhhhh lebih bersih dibanding Jakarta, tapi masih ada orang-orang yang membuang sampah sembarangan, meludah sembarangan, dan gelandangan juga banyak ditemui di stasiun-stasiun. Namun, Bakuy berani mengatakan kalau Taiwan itu sangat aman.

4. Di dalam stasiun dan MRT dilarang membawa makanan maupun minuman dalam bentuk apapun, dan kalau ketahuan akan ditegur oleh petugas dan langsung diperintahkan untuk membuangnya ke tempat sampah. Berbeda dengan KRL di Indonesia yang orang-orangnya masih suka menyelundupkan makanan, dan petugasnya cenderung tak acuh (lagian susah juga sih ya mengatur orang sedemikian banyak dengan latar belakang pendidikan yang beragam).

5. Orang Taiwan mungkin bisa mempertanyakan kewarganegaraan mereka, tapi mereka tak bisa memungkiri bahwa mereka adalah bagian dari bangsa Tionghoa. Secara etnis, bahasa, agama, dan budaya, Taiwan tak terpisahkan dari Tiongkok. Semuak apapun mereka pada Tiongkok daratan, mereka tak bisa memungkiri bahwa leluhur mereka berasal dari sana.

You Might Also Like:

20220525_001003[1]
20190920_143037
20191207_141107
20220524_162459[1]
20191201_175832
20190918_081423%20(1)_edited
20190727_094635_edited
20190921_112855
20191202_124237
Church of the Savior on Blood, Saint Petersburg, Russia
About Me

Bayu, atau yang (belakangan ini) kerap dipanggil Bakuy, merupakan orang biasa yang memutuskan menjadi seorang solotraveler sejak tahun 2015. Pengalaman traveling-nya mungkin masih sangat minim, tapi kisah-kisah seru seorang solotraveler membuatnya tak tahan untuk tidak berbagi cerita dengan banyak orang

 

Read More

 

Join my mailing list

Bakuyyyy

Subscribe di sini ya teman-temankuy!

bottom of page