top of page

Brunei : Penyakit Negara Petrodollar

  • Bakuyyyy
  • 10 Nov 2017
  • 23 menit membaca

Diperbarui: 19 Jun 2020


First of all, Bakuy pengen minta maaf banget karena baru bisa posting lagi sekarang. Maklum, badai UTS dan tugas menghempas sehingga mau tidak mau, Bakuy harus rehat sejenak. Selain itu, Bakuy juga minta maaf banget karena mem-post tidak sesuai kronologi perjalanan. Trip ke Brunei ini baru aja Bakuy jalanin minggu lalu. Padahal, ada beberapa trip sebelumnya yang udah Bakuy jalanin tapi ceritanya belum Bakuy post. Kenapa? Karena foto-fotonya Bakuy taruh di tablet, dan sekarang charger tablet itu sedang bermasalah sehingga Bakuy engga bisa upload gambar-gambarnya :'( jadi mohon bersabar bagi yang penasaran dengan kisah-kisah pada trip-trip sebelumnya ya teman-teman :) Bakuy akan post secepatnya kok :)

Kenapa Brunei?

Brunei emang engga identik sama pariwisata. Bakuy maklum waktu orang-orang banyak yang tanya sambil terheran-heran gitu 'kenapa ke Brunei? Emang ada apa di sana?' karena ya emang di Brunei engga ada apa-apa haha. Bahkan penerbangan ke Brunei aja masih sedikit. Yang direct flight dari Jakarta cuma Royal Brunei Airlines yang mahalnya ga karuan. Ada sih Garuda, tapi itupun operated by RB. Dan harganya pun sebelas-duabelas. Jadi opsi termurah ya via Kuala Lumpur dan lagi-lagi AirAsia jadi andalan hehe. Dengan mempertimbangkan kondisi itu, wajar sih kalau mayoritas orang Indonesia ga gitu familiar sama yang namanya Brunei Darussalam ini.

Alasan Bakuy ke Brunei sebenernya simpel : cuman mau nyari short escape sama ngumpulin stempel imigrasi doang haha. Awalnya tujuan Bakuy itu ke India. Tapi Bakuy sadar diri kalau ke India Bakuy pasti bakal kalap pengen lama (ada banyak kota yang pengen Bakuy datengin). Padahal jatah bolos Bakuy uda habis gara-gara trip ke Rusia selama 2 minggu hehe. Jadi Bakuy pun menepis rencana tersebut dan mencari destinasi yang lebih dekat : antara Myanmar, Kamboja, Thailand, atau Brunei. Dan setelah beberapa pertimbangan, Bakuy pun pilih Brunei. Pertimbangan itu antara lain, pertama, karena lagi ada promo murah tiket PP ke Brunei dari Kuala Lumpur. Kedua, Bakuy penasaran sama Brunei yang katanya sudah menerapkan hukum syariah. Ketiga, Bakuy merasa bangga kalau punya stempel imigrasi Brunei yang pasti jarang dimiliki orang lain (kayaknya ini major driver-nya deh hehe). Dan keempat, untuk melengkapi Tour de Malay World Bakuy setelah sebelumnya Singapura dan Malaysia. Rasanya kan engga afdol kalau Brunei yang juga sebagai bangsa Melayu belum dikunjungin.

Sekilas tentang Brunei

Di Asia Tenggara, sejarah Brunei ini cukup menarik. Brunei mendapat popularitas sejak Malaka jatuh ke tangan Portugis yang membuat para pedagang muslim berpindah haluan ke Brunei yang pemimpinnya baru memeluk Islam saat itu. Awalnya wilayah Brunei itu mencakup sebagian besar Pulau Borneo, tapi semakin lama kekuasaannya makin lemah akibat kegaduhan dalam negeri. Terakhir, Brunei menyerahkan Serawak kepada keluarga Brooke, warga negara Inggris yang membantu Sultan Brunei meredam pemberontakan di negaranya, yang akhirnya menjadi White Rajah di Serawak. Maka, wilayah Brunei pun menjadi sekecil sekarang ini dan jatuh ke dalam protektorat Inggris. Brunei baru benar-benar merdeka pada tahun 1984.

Sejak kemerdekaan hingga sekarang ini, sultan adalah pemegang kekuasaan absolut di Brunei. Sultan Hassanal Bolkiah, sultan ke-29 Brunei Darussalam sekaligus yang sedang bertahta saat ini, adalah laki-laki yang bertanggung jawab atas diterapkannya hukum syariah di Brunei. Selain itu, dia juga merangkap sekaligus sebagai perdana menteri. Kebayang kan segimana diktatornya dia? Jadi, Brunei itu bukan negara yang demokratis. Namun, terlepas dari isu-isu miring tentang keluarga kerajaan, Sultan Hassanal Bolkiah masih sangat populer di mata rakyat Brunei. Ini terlihat dari bagaimana euforia rakyat ketika Sultan merayakan jubilee naik tahta ke-50. Selain itu, pemilik boat taxi yang Bakuy naikin juga bangga banget gitu saat bercerita tentang sultan.

Brunei ini negara yang relatif makmur berkat sumber daya minyak dan gas alam yang berlimpah. Mobil-mobil mewah bukan sesuatu yang jarang di jalan-jalan kota Bandar Seri Begawan. Tapi, sebetulnya bukan itu yang membuat rakyat Brunei makmur. Yang membuat mereka sejahtera adalah karena semua layanan publik itu gratis. Mereka cuma perlu bayar satu dolar Brunei sahaja untuk pendidikan, kesehatan, dan harga minyak dan kebutuhan sehari-hari pun sangat terjangkau. Pemerintahan Sultan akan membiayai kuliah anak-anak Brunei bahkan walaupun itu di Harvard (selama mereka lulus tes seleksi masuk) dan juga membiayai ongkos berobat termasuk berobat ke luar negeri! Di samping itu, orang Brunei itu hidupnya, kalau Bakuy amati, engga neko-neko. Kelihatan dari bentuk rumahnya dan bahkan banyak yang masih tinggal di sungai-sungai. Mereka tampaknya begitu religius sehingga menganggap keberlimpahan materi duniawi itu bukan sesuatu yang perlu dikejar secara berlebihan.

Ketinggalan Pesawat dan Ketinggalan Menyadarinya Pula

Sempat ada drama pra-keberangkatan Bakuy ke Brunei. Jadi karena Bakuy ada kuliah dari Senin sampai Rabu sore, maka otomatis Bakuy harus berangkat Rabu malam dan pulang ke Jakarta hari Sabtu. Cukup lah 2 hari menjelajahi Bandar Seri Begawan. Kota kecil ini. Tapi, Bakuy malas kalau harus lama-lama transit di klia2. Masa abis kuliah Bakuy harus tidur di bandara? Yang bener aja? Maka Bakuy pun pesan tiket pesawat dari Jakarta yang jam 1.30 pagi dan diteruskan flight ke Brunei yang jam 6.30 pagi. Dengan itinerary begini, Bakuy kan engga perlu terlalu lama duduk di klia2.

Ternyata oh ternyata, pemilihan jam yang sangat pagi-pagi buta ini membuat Bakuy lengah pada cut-off penanggalan! Bakuy ternyata memesan tiket ke KL jam 1.30 hari RABU! Padahal flight ke Brunei jam 6.30 hari KAMIS! Daaaan, Bakuy baru menyadarinya hari Rabu jam 3 sore! Alamak! Sumpah pas itu Bakuy sedih dan merasa tolol banget. Ketinggalan pesawat dan telat menyadarinya pula! Untung pas itu Bakuy iseng-iseng ngecek tiket dulu. Kalau engga, bisa rugi bandar, malu, plus nangis guling-guling di bandara :( Maka untuk mencegah kerugian lebih besar, Bakuy pun cepat-cepat cari flight pengganti hari itu juga. Sialnya, harga tiket ke KL untuk jam 1.30 hari Kamis harganya udah 700rb lebih. Otomatis, udah melebihi plafon atas anggaran Bakuy untuk bulan ini. Jadi Bakuy cari lagi untuk Rabu malam. Aha! Dapat tiket Lion jam 9 malam dengan harga 475rb. Agak ngeri sih pakai Lion karena rekor delay-nya. Tapi ya apa boleh buat. Tanpa pikir panjang, Bakuy pun meng-oke-kan tiket tersebut. Rugi 475rb masih mending deh daripada semua tiket ke dan dari Brunei, plus hotel, hangus. Tapi apakah drama berakhir sampai di sini? Oh, ternyata belum. teman-temankuy!

Masih ada drama yang lain...

Karena di hari Senin depannya Bakuy presentasi 2 mata kuliah plus ada tugas rangkuman, Bakuy pun memutuskan mencicil tugas dulu. Sampai kira-kira jam setengah 5 sore, Bakuy pun menelepon Nyak Bakuy untuk curhat-curhat sekaligus untuk mengobati rasa bersalah karena (LAGI-LAGI) pada trip kali ini Bakuy engga bilang ke orang tua atau siapapun :((( Tapi Bakuy nelponnya kebablasan. Jam 5 lebih Bakuy baru mandi dan packing. Walaupun packing-nya sederhana karena cuma bawa 4 pieces baju dan daleman, satu celana pendek, dan satu celana panjang yang Bakuy pakai dari berangkat sampai pulang, tapi tetep aja itu kan takes time. Alhasil, jam 6 sore Bakuy baru keluar dari kosan. Dan bodohnya, Bakuy malah enteng nunggu bis kuning yang notabene baru datang jam 6.15 sore. Oh, Kuy, kenapa ga pesen gojek aja langsung ke Pasar Minggu? Jawabannya : mahal. Hehe. Soalnya bulan ini Bakuy akan traveling 2 kali jadi harus pantau terus nih anggaran :(

Pokoknya Bakuy keluar Stasiun Pasar Minggu itu udah lari-lari ga jelas ke tempat DAMRI. Alhamdulillah syukur puji Tuhan, masih ada bus yang parkir dan udah-siap-siap berangkat. Jam 7 bus Bakuy pun berangkat. Tapi... that's Pasar Minggu guys! Dan via Pancoran pula Jam 7 malam! Artinya : MACET! Jantung udah dag-dig-dug aja tuh. Ga kebayang gimana rasanya kalau sampai ketinggalan pesawat 2x dalam satu trip yang sama. Bakuy liat-liat tiket lagi. Check-in maksimal 90 menit sebelum keberangkatan yang which is jam 7.30. Gamungkin kekejar. Paling cepet jam 8 dan Bakuy pikir masih keburu lah kalau jam 8. Lagian Indonesia kan ga gitu on time banget kalau aturan check-in (eh tapi ternyata Bakuy salah karena sahabat Bakuy ada yang telat check-in 3 menit dan ga dibolehin). Bakuy coba untuk online check-in tapi uda engga bisa.


Pasrah. Bayang-bayang tiket hangus terancam melayang pun udah di depan mata. Dengan hati gundah gulana pun Bakuy memutuskan curhat ke sahabat-sahabat Bakuy hahaha. Bahkan Bakuy ngajak teman Bakuy untuk main tebak-tebakan di LINE wkwkwkwkwk at least itu menghibur Bakuy dan bikin Bakuy engga sedih lagi

Kurang lebih jam 8.10, bus pun tiba di SHIA. Bakuy uda siap-siap tapi yang ngeselin, ternyata ada yang mau turun di Terminal 1. Otomatis kan harus ke Terminal 1 dulu yang itu penuh bangettt. Bakuy langsung lompat dari DAMRI begitu tiba di Terminal 2 sampai nyenggol WN Prancis yang mau ke Filipina naik Cebu Pacific (hasil nguping pas kondektur minta bayaran karcis sekaligus nanyain terminal tujuan). Sehabis itu, langsung deh Bakuy lari-lari ke tempat check-in. Dengan muka memelas dan tampang amburadul, Bakuy pun nyamperin kaunter check-in Lion Air yang udah sepi itu dan tanya ke tetehnya "Kak, masih boleh check-in untuk ke Kuala Lumpur?"

Tetehnya sempat agak ragu gitu dan nanya ke temennya masih boleh atau engga. Pas itu Bakuy uda siap-siap mental buat denger penolakan. Ternyata temen-temennya juga ga yakin boleh atau engga. Tapi trus ada yang bilang "Coba dulu aja". Oh my God, itu ibarat oasis bagi Bakuy yang hatinya sedang kering bagaikan Sahara. Trus Tetehnya minta paspor dan otak-atik komputernya. Bakuy pun bilang kalau Bakuy engga pakai bagasi supaya dapat keringanan lagi. Dan tak lama kemudian, boarding pass keluar. ALHAMDULILLAH! Tetehnya juga kayaknya agak kaget dan excited gitu karena dia sendiri ga nyangka kalau ternyata masih bisa check-in. Bakuy pun berkali-kali bilang terima kasih ke mereka semua dan melenggang ke imigrasi.

Drama di Kuala Lumpur

Intensitas drama di KL ga seintens di Jakarta karena infrastruktur transportasinya sudah lebih lengkap (Bakuy ga sabar banget pengen nyobain kereta bandara SHIA btw). Jadi Bakuy kan turun di KLIA karena naik Lion, padahal flight ke Brunei pakai AirAsia yang which is dari klia2. Karena Bakuy mendarat di KLIA jam 1 pagi, otomatis KLIA Transit terakhir ga kekejar. Maka Bakuy harus nunggu kereta KLIA Transit pertama yang berangkat jam 5.09 pagi (padahal flight ke Brunei jam 6.30). Tapi, oh la la, beda dengan KLIA yang jam segitu masih sepi, klia2 udah bejibun banget ramenya! Kelihatan banget deh para konsumen setia AirAsia termasuk Bakuy :)))

Tak pakai berlama-lama, Bakuy pun cari kaunter check-in ke Brunei. Kan pikir Bakuy pasti sepi kan ya. Maksud Bakuy, ini Brunei gitu loh. Siapa sih yang mau ke Brunei? Eh ternyata, kaunter check-in ke Brunei itu digabung sama yang tujuan Kamboja, Laos, dan INDIA!!! India guys! India yang ramainya minta ampun! Belum lagi semua orang bawa koper besar-besar karena orang India, sama kayak orang Indonesia dan Tiongkok, umumnya family trip, beda sama orang Malaysia yang bahkan cewek-ceweknya udah berani backpacking (jadi bagi cewek-cewek Indonesia jangan pada takut ya, karena banyak banget cewek Malaysia yang traveling ke negara-negara seperti Kamboja dan bahkan muslimah cakep yang antre di depan Bakuy itu mau ke Laos dan Myanmar sendirian!). Karena pada pakai bagasi, otomatis kan proses check-in jadi lama :( dan yang ngantre itu sumpah guys itu parah banget! Ada acara serobot-serobot pula. Ga bule, ga India, ga Melayu, semua seolah pada ga sabar gitu dengan alasan takut terlambat. Bakuy yang risk averse dan patuh aturan ini cuma bisa berdoa dalam hati semoga petugas AirAsia paham sikon ini dan ga nutup check-in cepat-cepat :(

Syukurlah, check-in sukses tak terkendala. Walaupun gate-nya dapat yang jauh (dan paling random, sumpah, gate-nya kecil banget malah kayak koridor toilet gitu) dan pas Bakuy datang udah final call, paling engga, Bakuy engga ketinggalan pesawat :)

Notes : Bakuy keliru karena mengira flight ke Brunei bakal sepi. Nyatanya, flight itu sangat ramai. Ramai oleh tenaga kerja asing :) Ibu-ibu yang duduk di dekat Bakuy orang Pakistan yang kerja di restoran di Brunei. Ada juga orang Bangladesh dan Indonesia. Jadi kalau teman-temankuy naik flight ke Brunei, mayoritas yang ada di flight itu hampir bisa dipastikan adalah TKA, bukan turis.

Kampong Ayer (The Water Village)

Wisata di Brunei yang paling hits nomor 1 adalah Kampong Ayer. Kalau kata orang-orang, belum ke Brunei namanya kalau belum ke Kampong Ayer. Adapun Kampong Ayer ini adalah pemukiman di tengah air yang terbesar di dunia karena 10 persen warga Brunei tinggal di pemukiman-pemukiman ini. Beda ama pasar terapung di Thailand yang sebenarnya cuma orang jualan di perahu, di Brunei ini orangnya bener-bener tinggal di atas air di tengah sungai, jauh dari daratan. Walaupun berkesan kumuh, para penghuni Kampong Ayer ini mendapat dukungan dari Pemerintah Brunei karena nilai historisnya yang vital terhadap identitas nasional, mengingat orang Brunei memang berasal dari para pemukim di sungai-sungai yang beraktivitas menggunakan perahu. Jadi jangan kira mereka ini miskin. Banyak dari mereka yang punya mobil terparkir di daratan (nama tempat parkirnya Haneen Parking). Masing-masing rumah pun pasti punya minimal 2 motorboat yang dipakai untuk bekerja ke darat. Jadi, bisa dibilang mereka ini sejahtera walaupun penampilan luarnya kelihatan kayak orang-orang desa biasa.

Salah satu sudut di Kampong Ayer

Kampong Ayer ini fasilitasnya lengkap. Ada sekolah, madrasah, pemadam kebakaran, kantor polisi, kantor pos, sampai rumah sakit juga ada! Jadi, eksistensi mereka sangat didukung Pemerintah. Meski, tak bisa dipungkiri sih, sudah banyak kaum muda-nya yang memilih pindah ke darat. Ini dikisahkan seorang Pak Cik yang Bakuy temui. Dia bilang, ada banyak rumah yang sekarang kosong karena masyarakatnya sudah pada pindah :( Sayang, padahal pemukiman itu oleh Ferdinand Magellan disebut 'Venice of the East'. Tapi ya mau gimana lagi. Bakuy pun pasti memilih pindah. Bakuy aja bingung itu warga sistem pembuangan airnya gimana ya? Trus kalau ada buaya gitu gimana? Dan sungai-nya pun engga sebersih yang dibayangkan. Banyak sampah botol plastik yang mengambang.

Untuk mengunjungi Kampong Ayer, satu-satunya cara adalah dengan pakai jasa taksi motorboat. Dermaganya ada di sepanjang Jalan Kianggeh. Tinggal panggil aja dan negosiasi harga deh. Kalau cuma mau nyeberang ke Kampong Ayer, kata Mak Cik yang Bakuy temui sih cukup BND 1 sahaja. Tapi kan engga puas kalau cuma nyeberang. Jadi sekalian saja minta putar-putar sampai habis (bilang aja minta anterin ke habitat monyet hidung panjang gitu). Kisaran harganya maksimal BND 30. Tergantung pintar-pintar nawar. Kalau Bakuy sih dapat yang BND 20. Mahal sih, tapi ya sudah deh. Lagipula itu satu-satunya objek wisata yang berbayar di Brunei. Jadi selebihnya ya gaada pengeluaran lagi.

Sayangnya, Bakuy engga ketemu monyetnya :( Pak Cik motorboatnya juga kayak ga enak banget gitu karena monyet-monyetnya pada ga keluar. Tapi ya mau gimana lagi. Kan bukan salah Pak Cik nya juga kalau monyetnya ga mau keluar. Kali aja monyetnya emang lagi libur. Jadi ya udah deh. Lagian monyet hidung panjang juga ada kok di Ragunan. Nah, yang paling deg-degan itu pas dianter ke habitat buaya! Jadi jalan menuju habitat monyet sekaligus akan melewati bagian sungai yang jadi habitat buaya muara. Pak Cik-nya bilang, buaya biasanya muncul cuma pas malam. Tapi khusus karena ini monyetnya ga keluar, Bakuy dianter sampai ke SARANG BUAYA! Jadi perahunya masuk gitu ke sela-sela hutan bakau. Setelah itu, mesin perahu dimatikan (kata Pak Cik-nya biar buayanya ga lari). Dan itu menjadi pengalaman traveling paling mendebarkan dalam riwayat traveling Bakuy. Benar aja. Buaya itu kelihatan ngintip dari dalam air. Karena ketakutan, Bakuy minta ke Pak Ciknya untuk cepet-cepet udahan. Tapi Pak Cik nya cuma ketawa dan bilang engga apa-apa. Kalau ada buaya gitu mesin perahu gaboleh tiba-tiba dihidupin karena akan bikin buaya panik dan jadi agresif. Bener juga, sih. TAPI INI SARANG BUAYA CUY! Emang belum nyampe sarangnya bener-bener sih (Pak Ciknya juga ga berani kali kalau bener-bener sampek ke sarang) tapi itu udah masuk ke aliran-aliran sempit hutan bakau yang kalau di film-film pasti dipakai lokasi favorit buaya.

Dermaga Pasar Tamu Kianggeh

Setelah itu, Bakuy dianter balik lagi ke Kampong Ayer. Sepanjang perjalanan, kita akan neglewatin Istana Nurul Iman yang merupakan kediaman resmi keluarga kerajaan. Cuma kelihatan kubahnya doang. Tapi mereka punya dermaga sendiri yang mewah dan dijaga ketat sama tentara. Setelah itu juga ngelewatin batu karang di tengah sungai yang kata Pak Ciknya ibarat cerita Malin Kundang kalau di Indonesia karena bentuknya mirip kapal karam. Setelah itu ada juga pulau batu yang katanya dulu itu ayam yang mati disabung trus jadi pulau itu (ini agak ga jelas sih emang). Tapi katanya itu tertulis di dalam buku sejarah Brunei. Hmmm, okedeh. Kemudian baru deh Bakuy diajak muterin habis Kampong Ayer. Kalau tur sudah selesai, kita akan diturunin lagi di Kianggeh (ya iyalah masa disuruh berenang!).

Wisata Religi

Wisata religi di Brunei yang paling eksklusif ya wisata religi umat muslim. Ada sih Kuil Teng Yun untuk orang Tionghoa tapi sumpah itu kuilnya kecil dan B aja. Kalau teman-temankuy pernah ke Kudus di Jawa Tengah, itu ibarat Klenteng Hok Hien Bio, yang which is masih kalah jauh sama Klenteng Tri Dharma Kwan Sing Bio di Tuban yang cetar membahana dan Klenteng Sam Poo Kong di Semarang yang aduhai. Jadi, wisata masjid is a must! Untuk teman-temankuy yang non-muslim, jangan berkecil hati. Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien yang hits itu membuka pintu untuk wisatawan non-muslim melihat-lihat kok, dan waktunya pun teratur. Hanya tutup hari Jumat dan pada saat shalat 5 waktu serta hari raya umat Islam sahaja. Banyak kok turis-turis Filipina yang foto-foto di masjid. Asalkan, tentu saja, mengingat itu di tempat suci keagamaan, harus menjaga etika, tutur kata, dan busana. Ini tidak berlaku untuk teman-temankuy non-muslim saja, teman-temankuy yang muslim juga diharapkan berperilaku demikian saat mengunjungi tempat-tempat sakral di manapun itu berada. Alangkah baiknya untuk wanita tidak mengenakan celana pendek di Brunei, apalagi saat wisata ke masjid. Karena itu akan dianggap menyinggung. Begitupula kalau teman-temankuy ke Katedral Kazan di Saint Petersburg, harus berpakaian sopan yaa :) dan jangan teriak-teriak!

Masjid Omar Ali Saifuddien yang sering masuk buku pelajaran geografi

Yang paling hits dari Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien ini adalah replika mahligai Sultan Bolkiah di abad ke-16. Bentuknya persis menyerupai perahu dan diletakkan di tengah laguna buatan di halaman masjid. Mahligai ini cuma dipakai untuk acara-acara resmi kerajaan atau sebagai panggung kompetisi baca Al-Qur'an. Bakuy saranin datang ke masjid ini saat malam. Kenapa? Karena cahaya lampu membuat masjid ini semakin indah. Kubahnya yang berlapis emas itu seakan memantulkan cahaya dari kelap-kelip lampu di Bandar Seri Begawan yang damai. Di seberang masjid, tepatnya di dekat Taman Golden Jubilee Sultan Hassanal Bolkiah yang baru dibuka, ada wisata kuliner yang wajib banget dicoba! Katanya sih, dulu wisata kuliner itu ada di Pasar Kianggeh, tapi sejak Taman Golden Jubilee dibuka, mereka pindah ke situ. Harganya murah, cemilan serba BND 1, nasi ayam BND 2, dan cendol durian BND 5 (yang terakhir ini mahal). Setelah belanja makanan, nikmati aja makanan itu di Taman Golden Jubilee yang ramai oleh TKA, turis, dan warga Brunei. Di sini dijamin deh teman-temankuy pasti akan mendengar banyak yang bicara dalam bahasa Jawa karena memang banyak TKI yang refreshing ke sini haha.

Taman Golden Jubilee

Selain Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien, Masjid Jame' Asr Hassanal Bolkiah dan Masjid Duli Pengiran Muda Mahkota Pengiran Muda Al Muhtadee Billah juga layak dikunjungi. Di Brunei, memang sudah lumrah menamai masjid dengan nama anggota laki-laki keluarga kerajaan.

Kritik : Bakuy sempat tersentil waktu baca blogger Indonesia yang bilang "Sultan Hassanal Bolkiah itu pemimpin yang keren karena menggunakan uang pribadinya untuk membangun masjid tanpa menggunakan uang negara sedikitpun". Hello, itu uang Sultan juga bukannya dari negara ya? Hahaha. Jadi menurut Bakuy agak kurang pas sih, mengingat keluarga kerajaan Brunei hidup dari negara. Jadi uang yang dipakai bangun masjid itu ya uang negara dong :")

Masjid Duli Pengiran Muda Mahkota Pengiran Muda Haji Al-Muhtadee Billah

Terlepas dari kontroversi penamaan itu, Bakuy berusaha menghargai opini dan prinsip orang Brunei kalau memang berketetapan demikian. Masjid Omar Ali Saifuddien sebenernya engga terlalu besar sih. Masih jauh lebih besar Masjid Istiqlal di Jakarta. Di dalamnya sejuk karena full AC. Seorang Pak Cik pengurus masjid nyamperin Bakuy setelah shalat tahyatul masjid dan tanya "Kau ni dari mane? Saya sangka kau Cina" lah emangnya orang Tionghoa gaboleh muslim ya hahaha. Jadi deh Bakuy ceritain tentang Bakuy yang sedang melancong (di Brunei, istilah traveling disebut 'melancong', beda sama Malaysia yang nyebutnya 'pusing-pusing'). Bukannya udahan, eh si Pak Cik malah nawarin tebengan mobil. Bakuy sebagai orang Indonesia yang suka gak enakan, jelas menolak karena takut merepotkan. Entah kenapa, waktu itu Bakuy ga kepikiran sama kejahatan atau scam sama sekali. Yang bakuy rasakan ya murni ketulusan orang Brunei yang memang suka membantu. Si Pak Cik tetap yakinin engga apa-apa, tapi Bakuy tetap menolak. Ya sudah, maka Pak Cik itu cuma ketawa aja dan ngucapin selamat melancong di Brunei. Bener-bener gaada rasa scam sama sekali :)

Di Brunei, jamaah shalat Jumat baru datang shalat Jumat jam 12 siang dan shalat dimulai jam 1. Khotbah menggunakan bahasa Melayu. Selama shalat Jumat berlangsung, semua aktivitas perdagangan harus berhenti. Jalanan akan sepi. Ibadah keagamaan lain harus menghormati. Semua restoran dan toko-toko akan tutup. Kalau ketahuan melanggar bisa kena sanksi dari kerajaan. Ini adalah salah satu hukum syariah yang diterapkan di Brunei.

Wisata Historis dan Kerajaan

Di Bandar Seri Begawan ada tiga museum yang masuk daftar Tripadvisor, yaitu Museum Royal Regalia, Museum Teknologi Melayu, dan Museum Maritim Brunei. Bakuy engga mengunjungi dua museum terakhir karena keterbatasan waktu dan ulasan yang kurang baik di tripadvisor, tapi sepengetahuan Bakuy semua museum tidak dikenakan biaya apapun. Di Museum Royal Regalia, kita diminta untuk menyimpan ponsel dan kamera serta tas dan air minum di dalam brangkas. Dilarang mengambil gambar di sepanjang museum kecuali di bagian terdepan yaitu bagian pameran kereta kencana kerajaan. Jadi tidak ada dokumentasi komprehensif terkait museum ini. Akan tetapi, Bakuy sangat merekomendasikan teman-temankuy untuk mendatanginya. Di sini tersimpan catatan sejarah keluarga kerajaan Brunei dari cikal bakal hingga hari ini. Selain itu, terdapat juga suvenir-suvenir dari negara lain yang diberikan pada Sultan. Alat-alat kebesaran diraja semua ditunjukkan di sini. Kalaupun bukan yang asli, paling tidak, replikanya dibuat seidentik mungkin.

Kereta kencana Kesultanan Brunei

Selain Museum Royal Regalia, teman-temankuy juga bisa mengunjungi Istana Nurul Iman. Tapi ingat, Istana Nurul Iman cuma dibuka saat hari raya Idul Fitri di mana rakyat berkesempatan bersilahturahmi dengan Sultan. Jadi ya selain itu wisatawan cuma bisa foto-foto di pagar istana sahaja, dan Bakuy engga mau kayak begitu. Jadi Bakuy skip istana ini dari itinerary dan lebih pilih wisata kuliner saja. Tapi, sebetulnya Bakuy sempat ingin berkunjung. Hanya saja, Bakuy sempat terjebak dalam suatu masalah yang membuat Bakuy harus jalan muter-muter antara jembatan Golden Jubilee hingga Jalan Istana Darul Hana. Pokoknya ceritanya membingungkan dan ribet hahaha. Alhasil Bakuy harus kehilangan waktu banyak di Brunei :(

Wisata Kuliner

Wisata kuliner di Brunei engga se-hits Thailand. Makanannya terbatas dan ya masih rasa-rasa Melayu gitu. Tapi untuk kehalalan, 100% dijamin. Brunei sangat anti terhadap impor daging babi. Jadi selama teman-temankuy makan di tempat yang 'normal', ya pasti halal. Kecuali kalau teman-temankuy makan di restoran orang Tionghoa atau di Empire Hotel, mungkin bisa ditanyakan dulu halal atau tidaknya. Bakuy paling suka sate buntut ayam hahaha. Emang kedengaran jijik sih. Itu kan dekat pantat, otomatis dekat sama saluran pembuangan. Dan kan pasti bau. Tapi engga kok! Bumbunya meresap dan endolita punya banget. Bakuy sih suka. Harganya BND 1 per tusuk. Satu tusuk isi 5 biji. Selain itu, di sana juga banyak jual sate-satean yang Bakuy engga tau namanya. Ada sate liver sapi, tapi Bakuy kurang doyan. Oh iya, orang Brunei juga suka makan jajanan saos-saos merah khas anak SD di Indonesia gitu HAHAHA sama-sama suka mecin nih ceritanya.

Sate buntut ayam

Di sana juga ada KFC. Kalau mau, ada juga Jollibee. Itu kayak semacam KFC versi Filipina, tapi ayamnya dicocol bumbu khas gitu. Ada keju dan ada kari. Bakuy pilih kari. Rasanya sih ya kayak KFC aja tapi ada sausnya. Harganya BND 3.7 udah termasuk coca cola dan nasi.

Kalau teman-temankuy mau santapan yang murah, beli aja di Terminal Bandar (dekat Kianggeh). Di situ banyak makanan serba BND 1. Nasi ayam BND 1, nasi goreng BND 1, pokoknya serba BND 1. Beli air mineral (merk-nya Suci) di sini juga lebih murah. Bakuy beli di situ cuma 50 sen, tapi beli di Taman Golden Jubilee BND 1. Kan mending beli di terminal. Jadi beli aja air minum di terminal ya, teman-temankuy.

Makan siang di Jollibee

Untuk santapan khas Brunei yang murah adalah nasi katok. Apa sih nasi katok itu? Sejarahnya, dulu orang Brunei di Kampong Ayer kalau lapar tinggal datang ke rumah tetangga aja, ngetok-ngetok pintu, nanti dikasih nasi ini. Nah, kan ngetok-ngetok pintu itu bunyinya tok-tok-tok dari kata 'ketok', maka jadilah nasi katok! Kocak juga yaa asal muasalnya hmmm.

Nah, untuk nasi katok yang paling hits se-Brunei itu Nasi Katok Mama di Jalan Cator. Dekeeetttt banget dari Terminal Bandar. Persis di seberang Burger King. Harganya pun murah meriah cuma BND 1 per porsi. Mengenyangkan pula. Sebenernya nasinya engga istimewa. Cuma nasi ayam biasa ditambah saus yang rasanya kayak kuah mie. Bisa juga ayamnya pakai bumbu habanero atau apa lagi tuh Bakuy lupa. Ada 4 pilihan. Tapi ya namanya melancong ga afdol dong kalau belum nyobain makanan khas setempat. Jadi usahakan tetap cobain yah! Btw, Nasi Katok Mama ini sangat hits jadi antreannya bisa panjang. Usahakan jangan datang pas jam tengah-tengah makan siang :)

Sayangnya bagi teman-temankuy penikmat minuman beralkohol, Brunei melarang keras peredaran minuman itu. Inilah yang membuat turis-turis Barat mengeluh dan memberi penilaian buruk terhadap Brunei (bahkan banyak yang berpendapat Brunei bisa langsung di-skip aja karena engga menarik). Menurut Bakuy engga adil sih karena ya itu kearifan lokal masing-masing negara. Bagi turis Indonesia sih, menurut Bakuy ini bukan masalah besar ya, karena Indonesia (termasuk bagi komunitas non-muslimnya) tidak punya budaya yang mengharuskan rutin minum alkohol seperti yang ada di Barat. Paling tidak, orang Indonesia engga akan gelisah dong kalau 2-3 hari engga minum bir?

Notes : hidangan nasional Brunei yang sebenarnya sih namanya ambuyat. Tapi Bakuy engga nyobain karena lagi gaada budget hehe. Ambuyat adalah makanan dari sagu sehingga lengket seperti lem, nanti dimakan pakai ikan dan dicelup ke saus khas. Kurang lebih sih, katanya mirip papeda kalau teman-temankuy pernah ke Papua.

Transportasi

Kelemahan Brunei adalah pilihan transportasi publiknya yang terbatas, mengingat warga Brunei, yang jumlahnya cuma 400 ribu orang itu, hampir semuanya naik mobil pribadi sehingga Sultan mungkin menganggap transportasi massal bukan sesuatu yang perlu. Inilah yang Bakuy sebut 'Penyakit Negara Petrodollar'. Dari bandara, perlu ongkos BND 25 kalau naik taksi menuju Bandar. Cara termurah adalah dengan menggunakan jasa antar-jemput bandara yang disediakan hotel. Tapi tak semua hotel menyediakan layanan itu. Kalau sudah begini, satu-satunya cara terbaik adalah dengan naik bus umum. Ikutin aja petunjuk stesen bas yang ada di bandara. Letaknya persisi di depan tangga naik menuju terminal keberangkatan. Kalau dari terminal kedatangan, tinggal keluar sampai tempat drop penumpang terus belok kiri deh. Nanti ada bangku-bangku kosong gitu duduk aja di situ nanti akan ada minibus yang berhenti. Itulah yang mereka sebut 'bus'. Tarifnya jauh-dekat BND 1, dan dibayar ke sopir/kondektur. Sebelum masuk, tanya dulu aja ke Bandar atau bukan. Kalau iya, baru naik. Nanti turunnya di Terminal Bandar di Jalan Kianggeh. Semua bus umum mangkal di situ, jadi tinggal tunggu saja nomor rute yang ingin teman-temankuy tuju di sana.

Stesen bas di Jalan Kianggeh

Ini Bakuy lampirkan peta rute bus yang Bakuy ambil dari blog-nya ruzhiwashere (tapi per Juni 2020 Bakuy cek blog-nya sudah hilang). Perlu diingat bahwa kadang-kadang nomor dan rute tidak sama, jadi cara terbaik adalah dengan menanyakan langsung ke sopirnya apakah melewati tempat tujuan teman-teman atau tidak.

Bus ini adalah satu-satunya transportasi publik termurah di Brunei. Semua rute BND 1 kecuali kalau ke Empire Hotel yang Bakuy kurang tau harganya berapa, karena itu sudah berada di luar Bandar Seri Begawan. Tapi pasti masih murah kok. Banyak yang bilang bus ini lama banget datangnya, bisa satu jam sekali. Tapi menurut Bakuy tergantung rute-nya. Kalau itu termasuk rute ramai, ya ga akan lama. Bakuy aja ga pernah kok nunggu lebih dari 10 menit di halte. Oh iya, bagi tamn-temankuy yang ingin ke Serasa Ferry Terminal untuk menuju ke Labuan atau Kota Kinabalu, ada juga bus menuju ke sana. Tapi katanya sih agak lama, jadi harap alokasikan waktu yang cukup :)

Peta rute bus di Brunei (diambil dari blog milik ruzhiwashere)

Kalau teman-temankuy cuma sekadar ingin keliling Bandar sahaja, jalan kaki cukup, kok. Bandar Seri Begawan itu ga seberapa besar. Tempat wisata juga terpusat di daerah Bandar. Jadi semua serba tercapai. Itung-itung ngirit dan olahraga juga, kan :) Bakuy juga di sana lebih sering jalan kaki kok! Makanya, memilih lokasi penginapan yang strategis itu sangat vital di Brunei :)

Notes : hampir bisa dipastikan semua sopir dan penumpang di bus umum itu orang Indonesia. Atau paling tidak, Malaysia. Bakuy sempat tanya salah seorang penumpang yang ternyata orang Magelang, dia bilang "Wah kalau orang Brunei mah mana mau naik beginian, Mas". Jadi di bus teman-teman pasti seperti sedang pergi ke Jawa Tengah, karena aksen medhok-nya yang khas itu akan terdengar :)

Seni dan Budaya

Brunei International Airport itu kecil dan jadwal penerbangannya pun sangat terbatas. Tapi walaupun kecil, bandaranya tetap sangat rapi dan teratur. Ga kayak bandara lama Semarang yang menurut Bakuy itu udah over-capacity banget. BIA sangat teratur dan mudah karena penunjuk jalan ada di mana-mana, dalam bahasa Melayu dan Inggris. Oh iya, sebagai penutur bahasa Indonesia, teman-temankuy akan lebih mudah memahami bahasa Melayu Brunei ketimbang bahasa Melayu Malaysia. Orang Brunei kalau ngomong ya pakai bahasa Melayu murni, jarang banget diselipin bahasa-bahasa kreol dan istilah-istilah Inggris yang jadi absurd kalau didengar.

Salah satu sudut di Brunei International Airport

Di Brunei, yang menjadi ciri khas pembedanya dengan Malaysia adalah maraknya penggunaan aksara Jawi di setiap tempat bahkan di toko-toko orang Tionghoa. Apa sih aksara Jawi itu? Aksara Jawi adalah aksara Persia-Arab yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga sesuai untuk bahasa Melayu. Orang-orang biasanya nyebut aksara Arab Melayu meskipun sebenarnya huruf itu diambil dari Persia/Iran dan bukan Arab. Untuk teman-temankuy yang muslim yang bisa baca tulis Al-Qur'an pasti bisa baca huruf ini. Sementara teman-temankuy yang non-muslim juga bisa ikut merasakan tantangan ini apabila pernah atau sedang mempelajari bahasa Arab/Persia (bahasa-bahasa ini tidak eksklusif hanya untuk umat muslim, kok!).

Sama seperti wilayah lain di Kalimantan, etnis di Brunei antara lain Melayu, Tionghoa, dan Dayak (Iban dan Kadazan). Agama Islam menjadi satu-satunya agama resmi di Brunei yang menerapkan hukum syariah. Segala bentuk perayaan dan ornamen Natal serta Tahun Baru Masehi dilarang di Brunei sejak hukum syariah ini diterapkan. Selain itu, peredaran daging babi dan minuman keras juga dilarang. Kebijakan ini mendapat kritik dari berbagai pihak yang menganggap Pemerintah Brunei makin intoleran terhadap minoritas. Tapi ya seperti itulah Brunei. Kebijakan itu diamini oleh masyarakat Brunei yang sangat religius dan konservatif. Kaum minoritas pun tampaknya sudah terbiasa dengan perlakuan seperti ini, di mana mereka menganggapnya sebagai 'ongkos yang harus dibayar untuk hidup yang tenang dan damai'. Itulah gambaran tentang masyarakat Brunei yang tidak neko-neko.

Anjing liar masih sering terlihat di jalan-jalan Bandar Seri Begawan yang lengang

Notes : Lagu It's My Life-nya Bon Jovi tampaknya baru saja booming (atau booming kembali) di Brunei. Di mana-mana lagu itu disetel. Di Kampong Ayer, pasar malam, mall, hingga mobil dan pesawat! Bakuy engga tahu apakah orang Brunei memang penikmat lagu rock, sedang bernostalgia, atau bagaimana.

Penginapan

Negara-negara kaya selalu punya masalah dengan penginapan murah. Semakin kecil negara tersebut, semakin pelik juga masalah ini. Ini juga dialami oleh Brunei. Bakuy terpaksa menginap di hotel karena memang itu yang paling murah apalagi saat itu sedang promo. Nama hotelnya Jubilee Hotel Kianggeh. Bangunannya tua tapi bersih dan petugasnya sangat ramah. Rate-nya 450rb per malam sudah termasuk sarapan dan antar-jemput bandara (tapi Bakuy cuma pakai yang fasilitas antar saja, jemputnya tidak karena pengen nyobain naik bus umum). Cuma jadi agak creepy karena satu kamar sendirian. Plus, toilet dan kamar terpisah oleh sebuah koridor jadi makin creepy :") Bayang-bayang tokoh Ibu di Pengabdi Setan pun terngiang-ngiang :"( Oh iya, hotel ini akan meminta deposit BND 20 saat check-in dan akan dikembalikan saat check-out.

Bagi teman-temankuy yang ingin lebih murah, bisa menginap di Pusat Belia (Youth Center). Ini jadi tempat favoritnya backpackers untuk menginap karena cuma BND 10 per malam. Nanti kamarnya seperti dorm gitu, karena memang fungsinya untuk asrama olahraga. Tapi kalau teman-temankuy nginap sendirian, bakal creepy juga sih hahaha. Oh iya, kamar di Pusat Belia tidak bisa dipesan secara daring. Tidak bisa dicek pula ketersediaannya. Usahakan sudah check-in sebelum jam 3 sore. Pusat Belia bisa tutup kapan saja tanpa pemberitahuan apabila ada acara olahraga yang akan menggunakan asramanya. Jadi memang agak beresiko juga kalau mau go show menginap di sini, dan Bakuy engga mau seperti itu haha :")

Atau bisa juga menginap di K. H. Soon Resthouse. Ratenya BND 33 per malam. Tapi berdasarkan hasil review tamu, sepertinya kurang menjanjikan. Silakan baca ulasan lebih lengkap di Tripadvisor dan di sini. Capitol Hostel juga sepertinya punya harga yang relatif murah. Tapi di Brunei, penginapan berharga murah umumnya punya masalah dengan kebersihan dan kenyamanan. Jadi, teman-temankuy harus siap dengan segala konsekuensinya.

Gedung Pusat Belia, posisinya dekat banget dengan Pasar Tamu Kianggeh

Notes : Bakuy sarankan menginap di daerah Bandar supaya teman-temankuy tidak kesulitan masalah transportasi. Daerah Kianggeh dan sekitarnya termasuk yang paling direkomendasikan. Daerah itu dekat dengan terminal boat menuju Kampong Ayer, Museum Royal Regalia, Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien, dan Terminal Bandar.

Mata Uang

Walaupun mata uang Brunei adalah Bruneian Dollar (BND), orang-orang engga menyebutnya 'dolar', melainkan 'ringgit'. Jadi kalau ditanya harga, pasti jawabnya 'seringgit' atau 'dua ringgit' dan tidak pernah 'sedolar'. Tapi tentu saja ringgit yang dimaksud di sini adalah BND dan bukan MYR.

Nilai BND itu dipatok sama dengan SGD. Jadi, 1 BND = 1 SGD. Teman-temankuy bebas belanja di mana sahaja di Brunei pakai SGD. Bakuy juga bayar Pak Cik taksi motorboat dan Mak Cik nasi katok pakai SGD kok, jadi sudah terverifikasi kebenarannya. Begitupun di Singapura, teman-temankuy juga sebenarnya bisa pakai BND, walaupun mungkin teman-temankuy akan mendapat sedikit 'tatapan aneh' dari orang sana. Tapi, secara hukum karena perjanjian moneter antara Brunei dan Singapura, bisa saling dipakai di kedua negara. Hanya saja, Bakuy sih lebih suka pakai BND. Desainnya lebih kece sih menurut Bakuy. Bakuy aja masih nyimpen BND 1 di kamar dan ga berniat membelanjakannya hahaha :)

Cuaca

Berdasarkan pengalaman beberapa blogger, Brunei itu panas tapi juga sering turun hujan. Mungkin karena posisinya yang perpaduan tepi Laut Cina Selatan dan hutan hujan tropis Borneo yang memang hits itu, sehingga kombinasi unik ini bisa terbentuk. Kalau menurut Bakuy sih, cuacanya kurang lebih sama seperti di Jakarta, tapi bedanya Jakarta lebih penuh sesak sehingga panasnya lebih terasa.

Bakuy ke Brunei awal bulan November dan puji Tuhan tidak ada hujan deras sama sekali selama Bakuy di sana. Ada sih paling gerimis sebentar, tapi setelah itu ya cerah lagi. Sebagian besar mendung, jadi panasnya juga engga Bakuy rasakan. Oh, sempat hujan deras deng! Tapi waktu itu Bakuy sedang berteduh sambil istirahat di masjid. Tapi memang sering banget hujan-hujan rintik sebentar gitu, jadi ada baiknya teman-temankuy bawa payung dari Indonesia dan selalu cek AccuWeather !

Kesimpulan Perjalanan

Dari perjalanan Bakuy ke Brunei, terdapat beberapa kesimpulan dan pelajaran yang bisa Bakuy petik, antara lain :

1. Negara petrodollar yang kaya raya seringkali punya penyakit dengan sistem transportasi publik. Bukan hanya di Brunei, tapi berdasarkan pengalaman dari traveler lain (per 2017), negara-negara seperti Oman, Arab Saudi, Kuwait, Qatar, dan Bahrain juga punya kendala yang sama. Mungkin pemerintahnya merasa tidak perlu untuk membangun transportasi publik massal yang canggih karena semua rakyatnya naik mobil pribadi. Entahlah. Tapi di Brunei, penyakit itu memang jelas terasa. Sebagai traveler yang cukup anti naik taksi, Bakuy cukup kerepotan dengan transportasi minim di Brunei

2. Brunei itu 'sayang banget' sama pemimpin dan negaranya. Sewaktu beribadah, imam pasti melafazkan doa untuk Sultan dan Brunei Darussalam dan diamini oleh seluruh jemaat. Menurut Bakuy, terlepas dari ini doktrin kerajaan atau bukan, ini patut ditiru. Seharusnya seluruh imam masjid, gereja, dan pemuka agama lainnya di Indonesia pun mendoakan hal serupa untuk para pemimpin bangsa dan kesejahteraan negara di dalam setiap prosesi ibadah. Walaupun itu berarti kita harus mendoakan pemimpin yang bukan pilihan kita saat pemilu. Sebab, kita berdoa supaya pemimpin tersebut dibukakan pintu hatinya, diberikan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan, diberikan petunjuk, dan juga kesehatan. Kita mendoakan agar mereka mampu bekerja dengan baik dalam melayani rakyat. Sebab, bukankah kita percaya bahwa yang terbaik itu pilihan Tuhan dan bukan pilihan kita sebagai manusia? Dan sesungguhnya tidak ada seorangpun yang tau yang mana yang merupakan pilihan Tuhan. Sehingga, kita harus selalu mendoakan semuanya dan berharap itu akan menjadi yang terbaik :)

3. Brunei itu sangat aman. Walaupun banyak pekerja asing, negara itu sangat jauh dari kriminalitas. Bakuy waktu itu ninggalin laptop di kamar hotel padahal minta untuk dibersihkan. Dan laptop engga hilang. Tapi, tentu saja bukan berarti kita bebas berlengah-lengah, ya! Tetap perhatikan barang bawaan dan jangan sampai ada yang tertinggal!

4. Orang Brunei itu LUAR BIASA RAMAH! Seperti yang Bakuy sudah ceritakan, banyak dari mereka yang akan menawarkan tumpangan kalau sudah punya impresi yang bagus tentang kita. Bahkan, ada beberapa blogger yang tiba-tiba di tengah jalan ditawari untuk menumpang mobil. Mereka benar-benar tipikal orang kaya yang tetap down-to-earth. Proses imigrasi benar-benar selo dan tersenyum tidak menjadi sesuatu yang pantang bagi mereka. Benar-benar mirip orang Indonesia deh kultur dan tata krama-nya. Mereka juga sangat ramah dalam menyambut turis dan memberitahu tips-tips. Tidak ada sedikitpun kecurigaan yang mereka tunjukkan walaupun orang Indonesia banyak yang jadi pekerja kasar di sana. Pokoknya, BAKUY LOVE BRUNEIANS! :)))

Finally, tibalah di jawaban dari pertanyaan "apakah Brunei layak untuk dikunjungi?". Menurut Bakuy, ini relatif. Kalau teman-temankuy suka wisata yang gemerlap, atau keramaian, atau pusat-pusat perbelanjaan, atau peninggalan-peninggalan sejarah, maka Brunei bisa dilewatkan sahaja. Brunei adalah tempat untuk teman-temankuy yang ingin merasakan tempo kehidupan yang lambat, di mana orang-orangnya tidak buru-buru dan tidak ada ketamakan dalam diri mereka. Mereka tidak seperti orang Singapura yang kiasu dan tergila-gila akan materi sehingga banyak yang tertekan dan hidupnya jadi tidak bahagia. Orang Brunei benar-benar menjalankan kehidupan yang pernah disampaikan Dalai Lama : mereka adalah orang yang benar-benar menikmati hidupnya hari ini, tanpa harus gelisah memikirkan hari esok. Menurut Bakuy, Brunei itu memang gambaran sebuah kehidupan damai yang ideal : semua serba berkecukupan dan tidak berlebih. Walau tentu saja ini tidak berlaku bagi kehidupan keluarga kesultanan yang kelewat glamor.

Bagi Bakuy sih, ini merupakan wisata dengan nilai tersendiri. Tapi tentu sahaja, ada beberapa tipe wisatawan yang akan bosan dengan kehidupan yang sangat damai ini. Jadi, semua tergantung teman-temankuy ingin perjalanan yang seperti apa :) tapi kalau teman-temankuy tanya Bakuy, Bakuy akan menjawab visiting Brunei is a must. Terutama sebagai pelengkap dari perjalanan mengelilingi negeri-negeri Melayu :)


You Might Also Like:

20220525_001003[1]
20190920_143037
20191207_141107
20220524_162459[1]
20191201_175832
20190918_081423%20(1)_edited
20190727_094635_edited
20190921_112855
20191202_124237
Church of the Savior on Blood, Saint Petersburg, Russia
About Me

Bayu, atau yang (belakangan ini) kerap dipanggil Bakuy, merupakan orang biasa yang memutuskan menjadi seorang solotraveler sejak tahun 2015. Pengalaman traveling-nya mungkin masih sangat minim, tapi kisah-kisah seru seorang solotraveler membuatnya tak tahan untuk tidak berbagi cerita dengan banyak orang

 

Read More

 

Join my mailing list

Bakuyyyy

Subscribe di sini ya teman-temankuy!

bottom of page